Legenda Sangkuriang

Memuat...
Pada jaman dahulu berdiri kerajaan Parahyangan di Jawa Barat. Sang Raja bernama Prabu Sungging Perbangkara. Rakyat Parahyangan hidup aman dan tenteram walaupun dalam kesederhanaan. Sang raja yang arif dan dermawan membuat dirinya dicintai oleh rakyatnya.


Prabu Sungging Perbangkara sangat senang berburu. Ia seorang pemburu yang handal. Anak panah yang melesat dari busur ditangannya selalu tepat mengenai sasaran. Hasil tangkapan yang dibawanya pulang dibagikan kepada rakyatnya.


Alkisah pada jaman itu, Sang Hyang Batara Guru di Negeri Kayangan sedang murka. Dewa Sona Anggara dan Dewi Srenggawati yang melanggar sumpah menjadi penyebabnya. Sona Anggara dikutuk menjadi seekor anjing dan Dewi Srenggawati berubah wujud menjadi seekor babi. Keduanya dibuang ke bumi dan jatuh di tanah Parahyangan.


Sosok anjing yang berbulu bagus dan kelihatan cerdas menarik perhatian Prabu Sungging Perbangkara. ‘Cocok sekali anjing ini untuk temanku berburu’ pikirnya. Sang Prabu menamai anjing itu si Tumang. Benar saja, Tumang selalu setia dan sigap tiap kali diajak berburu. Prabu Sungging Perbangkara semakin menyayanginya.


Pada suatu hari, ditengah keasyikannya berburu, Prabu Sungging Perbangkara ingin sekali buang air kecil. Karena tidak tahan lagi, akhirnya Sang Prabu membuang hajat di sebuah batok kelapa yang kebetulan ditemukan pengawalnya. Tanpa sengaja, seekor babi betina yang tidak lain adalah Dewi Srenggawati meminum air seni Prabu Sungging Perbangkara. Atas ijin Sang Hyang Batara Guru, si babi mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan. Sang Hyang Batara Guru pulalah yang menuntun Prabu Sungging Perbangkara untuk berburu ke hutan pada saat anak itu lahir. Sang Prabu yang kebetulan belum memiliki keturunan sangat senang menemukan seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Bayi itu dibawanya pulang ke istana dan dirawatnya dengan baik. Ia menamainya Dayang Sumbi.


Waktu berlalu. Dayang Sumbi tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik. Cerita kecantikan sang putri menyebar ke seluruh pelosok negeri. Banyak sekali lamaran yang datang kepadanya. Namun Dayang Sumbi menolaknya dengan halus. Ia belum mau bersuami.


Dayang Sumbi gemar menenun. Prabu Sungging Perbangkara membuatkannya sebuah ruangan khusus untuk menenun lengkap dengan peralatannya. Si Tumang menjadi teman setianya sehari hari. Dengan sabar ia menunggu Dayang Sumbi menenun.


Kecantikan Dayang Sumbi sampai juga ke Kerajaan Galuga, negeri tetangga yang terkenal tangguh karena memiliki prajurit yang amat banyak dan kuat. Sang Raja merasa penasaran dan mengirimkan patihnya untuk melihat kecantikan Dayang Sumbi secara langsung. Setelah mendengar cerita dari patihnya tentang pesona kecantikan yang dimiliki Dayang Sumbi, Raja Galuga memutuskan untuk melamar Dayang Sumbi.


Prabu Sungging Perbangkara yang menerima kedatangan Patih Galuga sangat terkejut mendengar maksud kedatangannya. Bukankah Raja Galuga telah memiliki banyak istri ? pikirnya. Namun demi menjaga hubungan baik, Prabu Sungging Perbangkara memberi alasan bahwa Dayang Sumbi masih sangat belia. Sang Prabu meminta agar Raja Galuga mau menunggu sampai tahun depan. Syukurlah Raja Galuga mau menerima alasan itu sehingga peperangan antar dua kerajaan itu dapat dihindari. Prabu Sungging Perbangkara yang mengenal tabiat Raja Galuga yakin jika ia menolak lamarannya secara langsung maka Kerajaan Parahyangan terancam bahaya. Tak menunggu lama pasti Sang Raja akan memerintahkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan Parahyangan.


Pada suatu siang Dayang Sumbi yang sedang asyik menenun merasa tubuhnya penat. Matahari bersinar sangat terik. Tiba tiba teropong yang berada di genggamannya jatuh dan terpental cukup jauh. Tak sengaja terlontar ucapan dari mulutnya ‘ alangkah senangnya jika ada yang mengambilkan teropongku itu.. Jika ia perempuan akan kujadikan saudaraku, jika ia laki laki maka aku bersedia menjadi istrinya..’ Alangkah kagetnya Dayang Sumbi ketika tak lama kemudian ia melihat si Tumang telah berdiri dihadapannya sambil menggigit teropong itu. Ia merasa dadanya berdebar sangat kencang dan tubuhnya gemetar. Keringat dingin mulai membasahi bajunya.


Dayang Sumbi tidak habis pikir atas ucapan yang terlontar dari mulutnya tadi. Ia sama sekali tidak menyangka si Tumang yang mengambilkan teropongnya. Penyesalan dan rasa marah berkecamuk di hati Dayang Sumbi. Namun apa daya, ia tak mungkin menarik kembali kata kata yang diucapkannya. Dayang Sumbi sadar, Sang Hyang Batara Guru telah menetapkan calon suami untuknya.


Ketika Dayang Sumbi mencari si Tumang yang pergi meninggalkan tuannya yang sedang gusar, ia terkejut melihat seorang lelaki tampan berdiri di hadapannya. “Siapa kau ? “ tanyanya sambil memperhatikan wajah pemuda itu. “Jangan takut, aku si Tumang..” jawab sang pemuda sambil berjalan menghampiri Dayang Sumbi. “ Sesungguhnya aku ini dewa yang sedang menjalani hukuman. Namaku Sona Anggara. Sang Hyang Batara Guru mengutukku menjadi seekor anjing..” katanya lagi. Dayang Sumbi terpana mendengar penuturan Sona Anggara. Semula ia tak percaya, tapi berkat kegigihan Sona Anggara yang terus meyakinkannya, akhirnya Dayang Sumbi mempercayai ceritanya.


Hati Dayang Sumbi yang semula galau sekarang diliputi rasa bahagia. Ternyata Sang Hyang Batara Guru memberinya jodoh seorang lelaki tampan jelmaan dewa. Ia segera mengajak Sona Anggara untuk menemui Prabu Sungging Perbangkara guna meminta restu. Sona Anggara menolak. Ia menyatakan bahwa tidak boleh ada seorangpun yang mengetahui jati dirinya selain Dayang Sumbi. Biarlah orang lain tetap mengenalnya sebagai si Tumang. Walaupun terasa berat, Dayang Sumbi mau mengerti.


Kisah kasih antara Dayang Sumbi dan si Tumang terus berlanjut diam diam. Tak seorangpun yang menaruh curiga. Kebersamaan itu akhirnya menumbuhkan benih kehidupan. Dayang Sumbi mengandung. Kerajaan Parahyangan gempar. Prabu Sungging Perbangkara sangat murka. Ia segera memanggil Dayang Sumbi dan meminta penjelasan siapa gerangan lelaki yang telah menodai putrinya.


Dayang Sumbi diam seribu bahasa. Ia hanya meminta maaf berulang ulang kepada ayahandanya. “Siapakah yang percaya kalau aku ini mengandung anak si Tumang ?’ ujarnya dalam hati. Karena tidak kuasa menanggung malu, Prabu Sungging Perbangkara memutuskan untuk mengasingkan Dayang Sumbi ke tengah hutan. Dayang Sumbi setuju asalkan si Tumang diijinkan ikut menemaninya.


Dimulailah babak baru kehidupan Dayang Sumbi di tengah hutan. Ia mengisi hari harinya dengan menenun. Si Tumang yang tak lain adalah Sona Anggara dengan setia selalu menemaninya. Lama lama Dayang Sumbi melupakan kesedihannya berpisah dengan sang ayah tercinta.


Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa tibalah saatnya Dayang Sumbi melahirkan. Setelah merasakan sakit yang luar biasa, Dayang Sumbi melahirkan seorang bayi laki laki yang sangat tampan. Ia menamai bayi itu Sangkuriang. Kebahagiaan meliputi hati Dayang Sumbi dan si Tumang, ayah sang bayi.


Waktu satu tahun yang dijanjikan Prabu Sungging Perbangkara kepada Raja Galuga yang hendak melamar Dayang Sumbi berlalu sudah. Utusan yang datang ke Kerajaan Parahyangan sangat kecewa begitu mendapat kabar Dayang Sumbi telah pergi entah kemana. Raja Galuga merasa dirinya ditipu. Ia sangat marah dan tersinggung. Tak menunggu lama Sang Raja memerintahkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan Parahyangan. Peperangan sengit terjadi. Kekalahan mulai terlihat di pihak Kerajaan Parahyangan. Jumlah prajurit Kerajaan Galuga yang jauh lebih banyak tidak mampu mereka halau. Banyak prajurit Kerajaan Parahyangan berguguran. Akhirnya tibalah saat Prabu Sungging Perbangkara berhadapan langsung dengan Raja Galuga. Mereka berperang dengan cara ksatria. Nasib malang menimpa Prabu Sungging Perbangkara. Sang Prabu tewas ditikam keris Raja Galuga. Tewasnya Prabu Sungging Perbangkara diikuti dengan hancurnya kerajaan Parahyangan. Seluruh kerajaan dibumihanguskan.


Jauh di dalam hutan, Sangkuriang telah tumbuh menjadi seorang anak laki laki yang tampan, pemberani dan cerdas. Berburu merupakan kegemarannya. Dengan ditemani si Tumang, Sangkuriang masuk keluar hutan mencari hewan buruan. Tumang sangat menyayangi Sangkuriang yang adalah anaknya sendiri. Sementara Sangkuriang tidak tau kalau si Tumang adalah ayahnya. Dia berpikir Tumang adalah seekor anjing biasa yang setia pada tuannya. Rahasia itu tersimpan rapi.


Pada suatu hari, Dayang Sumbi mengutarakan keinginannya untuk makan hati menjangan kepada Sangkuriang. Setelah mempersiapkan panah yang biasa dibawanya berburu, berangkatlah Sangkuriang ditemani si Tumang. Hatinya gembira. Terbayang betapa ibunya akan senang menerima hati menjangan yang akan dibawanya nanti. Sangkuriang sangat yakin ia bisa memenuhi keinginan ibunya.


Tak disangka hari itu Sangkuriang bernasib sial. Tak ada seekor hewan buruanpun yang melintas di depan matanya. Setelah lama menunggu, tiba tiba ada sekelebat bayangan. Bukan menjangan yang lewat, melainkan seekor babi. ‘Tumang, cepat kejar babi itu !!’ perintah Sangkuriang. Tumang diam saja. Ia tahu bahwa babi itu adalah jelmaan dewi Srenggawati. Rasa lelah dan kecewa membuat Sangkuriang sangat marah pada si Tumang. Sambil mengacungkan panahnya kearah si Tumang, ia terus memaki maki. Tiba tiba tanpa terasa anak panah Sangkuriang terlepas dari busurnya dan melesat mengenai jantung si Tumang. Si Tumang menggelepar seketika, tak lama kemudian ia mati.


Sangkuriang tertegun memandangi jasad si Tumang. Tiba tiba wujud si Tumang berganti menjadi seorang lelaki tampan. Samar samar Sangkuriang mendengar suara yang berkata ‘ambilah hatiku, berikanlah pada ibumu’. Setelah suara itu hilang, wujud si Tumang kembali lagi menjadi seekor anjing. Sangkuriang segera sadar bahwa Tumang bukanlah anjing biasa. Dengan berurai air mata Sangkuriang mengambil hati si Tumang dan membawanya pulang.


Sesampainya di rumah, Sangkuriang memberikan hati si Tumang kepada Dayang Sumbi yang mengiranya hati menjangan. Tak lama kemudian hati itu telah dimasak Dayang Sumbi dan disantap berdua dengan Sangkuriang. Setelah selesai makan, Dayang Sumbi menanyakan keberadaan si Tumang. ‘Dimana si Tumang nak ? dari tadi ibu tak melihatnya’, tanyanya. Sangkuriang tidak mampu menjawab. Ia berlari memeluk ibunya sambil menangis. “Maafkan aku bu’, katanya terisak, “hati yang ibu makan barusan adalah hati si Tumang’ tambahnya terbata bata. Bagai disambar petir Dayang Sumbi mendengar jawaban Sangkuriang. Amarahnya memuncak. Didorongnya tubuh Sangkuriang. “Dasar anak tak tahu diri’, hardiknya. Diambilnya centong nasi yang berada di dekatnya dan dipukulnya ke kepala Sangkuriang. Sambil memegangi kepalanya yang berdarah, Sangkuriang terus meminta maaf kepada ibunya. Dayang Sumbi tidak menghiraukan kata kata Sangkuriang . ‘Pergi ! Pergi !’, teriaknya sambil mengejar Sangkuriang. Sangkuriang terus berlari sampai menghilang di kegelapan malam.


Sangkuriang terus berjalan menyusuri hutan berhari hari, sampai ia jatuh tak sadarkan diri. Ketika tersadar ia berada di sebuah tempat yang sangat asing. Dilihatnya ada seorang kakek yang duduk disampingnya. Ia tidak kenal siapa kakek yang berbaik hati menolongnya itu. Sangkuriang juga tidak ingat siapa dirinya. Bahkan namanya pun ia lupa.


Sang kakek yang merupakan seorang pertapa merawat Sangkuriang sampai sembuh. Ia menawarkan Sangkuriang untuk tinggal bersamanya. Rupanya sang kakek berniat menurunkan ilmu yang dimilikinya kepada Sangkuriang. Bertahun tahun mereka hidup bersama. Setiap hari Kakek tua yang semakin renta itu menurunkan ilmunya sedikit demi sedikit.


Tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Sangkuriang telah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan yang gagah perkasa. Sang kakek yang telah menurunkan semua ilmunya kepada Sangkuriang memintanya untuk meninggalkan goa tempat tinggal mereka selama ini. Ia menamai Sangkuriang Sang Kelana Jaya. Dengan berat hati Sangkuriang meninggalkan tempat itu. Ia berjalan kearah selatan sesuai petunjuk sang kakek. Katanya disanalah ia akan menemukan jati dirinya.


Jauh sudah perjalanan yang ditempuh Sangkuriang. Tanpa disadari ia telah sampai di wilayah Kerajaan Parahyangan yang sekarang dibawah kekuasaan Kerajaan Galuga. Sampailah ia di sebuah kampung yang tertata dengan rapi. Ketika tengah melepas lelah di pinggir sebuah sungai kecil, Sangkuriang mendengar suara seorang gadis bersenandung. Sangkuriang penasaran. Dicarinya asal suara itu dan dilihatnya seorang gadis cantik yang duduk diatas sebuah batu besar sambil kakinya memainkan air.


Tanpa ragu Sangkuriang mendekati gadis itu dan memperkenalkan diri. Ternyata gadis itu adalah Dayang Sumbi. Sangkuriang sama sekali tidak ingat Dayang Sumbi adalah ibunya. Sebagai titisan dewi, Dayang Sumbi memang tidak pernah tampak tua. Penampilannya layaknya seorang gadis. Setelah berkenalan, Dayang Sumbi yang tertarik pada ketampanan Sangkuriang mengajak sang pemuda ke rumahnya. Ia mengijinkan Sangkuriang yang seorang pengembara untuk tinggal di rumahnya.


Benih cinta mulai tumbuh di hati mereka berdua. Pada suatu hari, Sangkuriang yang sudah tidak tahan lagi untuk memperistri Dayang Sumbi mengutarakan niatnya. Dayang Sumbi yang belum mengetahui asal usul Sangkuriang tidak segera menjawab lamaran Sangkuriang. Ia minta waktu untuk berpikir. Sangkuriang tidak keberatan. Ia mau menunggu karena ia yakin Dayang Sumbi tidak akan menolak lamarannya.


Pada suatu siang ketika mereka sedang asyik bercengkrama, Sangkuriang merebahkan diri di pangkuan Dayang Sumbi. Dengan penuh kasih dibelainya kepala Sangkuriang. Tiba tiba Dayang Sumbi merasa memegang sesuatu di kepala Sangkuriang. Ketika ia menyibak rambuk Sangkuriang, dilihatnya bekas luka di kepala Sangkuriang. “Kau Sangkuriang..!’ teriak Dayang Sumbi terkejut. ‘Kau Sangkuriang anakku !!’ teriaknya lagi. Sangkuriangpun tak kalah terkejut. “Siapa Sangkuriang’ tanyanya. Dengan suara keras Dayang Sumbi menceritakan perihal Sangkuriang yang terusir dari rumahnya dulu. Sangkuriang terpana mendengar cerita Dayang Sumbi. Lambat laun ingatannya mulai kembali. Ia mulai sadar akan jati dirinya yang sebenarnya.


Rupanya rasa cinta Sangkuriang pada Dayang Sumbi begitu besar. Ia mengingkari kenyataan bahwa Dayang Sumbi adalah ibu kandungnya. Penjelasan Dayang Sumbi bahwa dirinya adalah titisan dewi sehingga membuatnya selalu tampak muda tak digubris Sangkuriang. Ia tetap pada keinginannya untuk mengawini Dayang Sumbi.


Dayang Sumbi yang merasa terdesak akhirnya meminta dua hal sebagai syarat agar Sangkuriang bisa mengawininya.Ia menantang Sangkuriang membendung Sungai Citarum untuk membuat sebuah telaga dan membuatkannya sebuah perahu raksasa yang akan mereka gunakan untuk berbulan madu. Sangkuriang harus menyelesaikan permintaannya itu dalam waktu semalam, sebelum fajar menyingsing.


Sangkuriang yang merasa dirinya sakti menerima tantangan itu. Dipanggilnya para jin untuk membantunya. Tanpa membuang waktu, mereka mulai memangkas dahan dahan pohon dan menjatuhkan batu batu besar untuk membendung Sungai Citarum. Makin lama tumpukan batu dan dahan pohon semakin tinggi. Tempat itu sekarang terkenal sebagai Gunung Burangrang. Sedangkan lahan kosong bekas tempat tumbuhnya pohon pohon yang dipangkas terkenal sebagai Bukit Tunggul.


Pembuatan telaga oleh para jin masih terus berlangsung, sementara Sangkuriang sibuk menyelesaikan pembuatan perahu. Dayang Sumbi yang terus mengikuti apa yang dikerjakan Sangkuriang mulai panik. Ia takut Sangkuriang berhasil memenuhi permintaannya. Di tengah hatinya yang sangat galau, Dayang Sumbi teringat Sang Hyang Batara Guru. Dengan air mata yang terus mengalir deras di kedua pipinya, Dayang Sumbi memohon agar Sang Hyang Batara Guru menghentikan niat Sangkuriang mengawininya.


Doa tulus Dayang Sumbi di didengar oleh Yang Mahakuasa. Tiba tiba ada cahaya merah menyingsing di ufuk timur seolah olah matahari akan terbit. Seketika itu juga terdengar sahutan ayam jantan berkokok dari segala penjuru. Sangkuriang kaget bukan kepalang. ‘Tidak mungkin aku gagal !’, teriaknya. Para jin yang mendengar kokokan ayam jantan langsung bubar. Mereka mengira hari sudah pagi. Serta merta mereka meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.


Sangkuriang sangat murka. Ditendangnya perahu yang hampir selesai di hadapannya. Perahu itu terpental jauh ke utara dan jatuh terbalik. Kilat menyambar perahu itu berkali kali. Sungguh ajaib, perahu itu makin lama makin besar dan menjadi sebuah gunung. Gunung itu sekarang terkenal sebagai Gunung Tangkuban Perahu karena bentuknya seperti perahu besar yang terbalik.


Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari ke Gunung Putri. Yang Mahakuasa merubah wujud Dayang Sumbi menjadi setangkai bunga jaksi. Sangkuriang terus berlari sampai ke ujung berung sampai akhirnya menghilang disana.

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer