Memuat...
Keris merupakan suatu hasil olah budaya yang penyebarannya cukup luas, di hampir seluruh daerah Nusantara dikenal keris. Ada Keris yang berasal dari Makassar, Keris Melayu, Keris Bali, dan sebagainya, serta tentu saja Keris Jawa. Di Malaysia dan Bruneipun dapat ditemukan keris. Bahkan Moebirman (dalam buku “Keris Senjata Pusaka”) menyatakan: “.., hanya senjata keris yang merupakan senjata kesatuan budaya Indonesia, dan terdapat hampir di seluruh pelosok kepulauan Nusantara kita”. Dalam tulisan ini coba kita telaah mengenai asal-usul keris pada umumnya dan asal-usul keris di Jawa pada khususnya, bersumberkan dari beberapa kitab dan serat kuno. Di dalamnya selain menceritakan mengenai asal-usul keris juga di lengkapi dengan teknik pembuatannya. Di kaki G. Lawu di Jawa Tengah terdapat peningalan candi pada jaman dulu yang dikenal sebagai Candi Sukuh. Pada relief di dindingnya tergambar kegiatan seorang penempa besi sedang melakukan pekerjaannya. Disitu terpahat seseorang yang sedang menjalankan ububan (pengempa) api. Ububan api diperlukan untuk menjaga panas api tetap stabil dalam tungku, agar dalam proses penempaan dan peleburan besi bahan baku dapat dikerjakan dengan sempurna. Kemudian pada panel dinding disebelahnya tampak seseorang yang sedang menempa sebilah keris. Pada meja kerjanya tampak berbagai peralatan yang digunakan pada masa itu seperti: martil, paron (tempat menempa besi yang membara) dsb. Candi Sukuh sendiri didirikan dalam periode 1359-1360 Caka atau 1437-1438 Masehi. Merunut peninggalan dari masa yang lebih silam lagi, di daerah Klaten ditemukan arca yang diperkirakan berasal dari abad VIII. Arca ini menampilkan Dewi Durga bertangan delapan, yang salah satu tangannya memegang sebilah keris dengan bilah lurus (dapur bener). Namun dari beberapa kitab, Empu yang tercatat sebagai empu tertua dan sampai sekarang anak turunnya masih mengerjakan pekerjaan seperti nenek moyangnya adalah Empu Ramadhi, di beberapa kitab disebut dengan nama Empu Ramayadi. Dipercaya Empu Ramadhi membuat keris pertama pada tahun 152 Caka atau 230 Masehi. Empu Ramayadi hidup pada jaman Sang Prabu Sri Maha Dewa Buda menguasai tanah Jawa. Beberapa hasil karya beliau: Cakra, Nenggala, Kunta, Trisula, Limpung, Sarotama, dan yang berbentuk keris Pasopati. Keris Pasopati banyak dipercaya orang merupakan senjata yang sangat ampuh dan memiliki perbawa yang luar biasa. Apabila digunakan berperang maka musuh yang tersenggol atau tergores saja akan menjemput kematian. Bila dimasukkan kedalam warangkanya (sarung keris) dan dipakai, si pemakai akan disegani oleh siapa saja dan kata-katanya dipatuhi karena wibawanya yang luar biasa. Bila kita simak nama-nama dari senjata buatan Empu Ramadhi tampak nama-nama senjata yang tak asing di dunia pewayangan. Seperti Senjata Cakra yang merupakan senjata dari Prabu Kresna yang merupakan titisan Betara Wisnu. Senjata Kunta yang merupakan senjata andalan yang sangat ampuh milik Karna. Tampaknya terdapat apresiasi dan penghargaan yang sangat tinggi terhadap karya Empuempu pembuat keris hingga hasil karyanya dipersonifikasikan dengan senjata-senjata ampuh yang ada di dunia pewayangan. Dalam membuat keris, Empu Ramadhi sama sekali tidak menggunakan tungku perapian, martil, batuasah, dan berbagai alat bantu lain. Dengan kekuatan batin spiritualnya bahan baku keris yang terdiri dari berbagai macam jenis logam yang teramat keras, dengan mudahnya hanya dikepal-kepal memakai tangan. Kemudian dipukul-pukul dengan sisi tangan untuk memipihkannya, sebagai batu landasan digunakan paha dan lutut kaki, dan dipijit-pijit menggunakan jari untuk menyempurnakan bentuk. Agar campuran logam bahan baku keris melebur dan bersenyawa secara sempurna, maka bahan tersebut dipanasi dengan hanya menggunakan tiupan nafas. Pada tahapan ‘finishing’, yaitu menghaluskan permukaan dan mengasah sisi dan ujung keris supaya menjadi senjata yang sangat tajam digunakan air ludah dan dijilati memakai lidah. Sungguh suatu ‘demonstrasi’ kekuatan batin luar biasa, dan hal ini dipercaya benar-benar terjadi oleh sebagian besar orang, khususnya orang Jawa. Namun Raffles dalam “History of Java” menyatakan bahwa keris berasal dari semenanjung Malaya, dan kemudian dikenalkan kepada bala tentara Majapahit yang kemudian membawa keahlian membuat keris tersebut ke Jawa. Kurun masa terjadinya sewaktu terjadi penaklukan Majapahit di beberapa daerah Malaya di sekitar abad ke-14. Tetapi banyak ahli sejarah yang menentangnya, karena jauh sebelum terjadi penaklukan sebagian semenanjung Malaya oleh Majapahit, keris Majapahit sudah sangat terkenal di seantero Nusantara sebagai senjata penakluk. Keris Majaphit memiliki beberapa ciri khas yaitu: Dapur Bener (lurus tidak berliku-liku), berbentuk seperti daun bambu memanjang dengan bilah keris berserta hulunya ditempa menjadi satu kesatuan. Hulunya biasanya berbentuk orang atau denawa (raksasa) dalam sikap duduk jongkok. Beberapa jenis gagang lain menggambarkan burung Garuda, juga ada beberapa yang menggambarkan bentuk seperti kera tetapi hampir semuanya bersikap duduk jongkok. Sisa-sisa peninggalan keris gaya Majapahit ini dapat dilihat pada keris Bali masa sekarang, yaitu gagangnya biasanya merupakan ukiran orang, raksasa, kera, Garuda Wisnu, atau tokoh-tokoh dalam mitologi Hindu lainnya. Tetapi bila melihat kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam mengolah logam, kita harus menengok jauh kebelakang di abad sebelum Masehi. Di banyak daerah di Indonesia tidak hanya di P. Jawa banyak ditemukan peningalan Zaman Perunggu. Seperti di P. Rote ditemukan kapak perunggu dan Nekara (dandang/kendang perunggu untuk upacara), bahkan di Papua di daerah Sentani pernah ditemukan kapak perunggu. Banyak para ahli yang percaya, keris merupakan interaksi budaya dari banyak sumber, dari bumi Indonesia sendiri telah memiliki teknologi pengolahan logam yang amat tinggi. Sementara pada saat yang hampir sama terdapat kebudayaan perunggu Dongson yang melakukan migrasi dari daerah di sekitar Yunnan, Siam, dan Vietnam sekarang, melayari Sungai Mekhong ke selatan dan mencapai Teluk Siam. Cukup banyak orang mempercayai, sebagian dari kelompok ini melanjutkan perjalanan ke selatan dan mencapai bibir pantai Nusantara. Disinilah mereka menetap dan membangun kebudayaannya sendiri. Padahal kita ketahui pulau-pulau utama di Nusantara khususnya P. Jawa sudah ditempati oleh penduduk asli. Beberapa ahli menerangkan penduduk asli ini terdesak ke pedalaman, namun sebagian yang lain menyatakan terjadi interaksi, yang akhirnya menurunkan suku-suku yang dikenal sekarang ini. Kembali ke teknologi pengolahan logam, di belahan dunia lain yaitu di Asia Barat, berkembang teknologi pengolahan dan peleburan besi yang digunakan untuk membuat berbagai senjata. Karena pengolahannya dan gambaran permukaan dari senjata yang dibikin sangat khas, maka disebut pengolahan besi gaya Damaskus. Hasil gaya Damaskus ini sangat mirip dengan pamor yang ada di Jawa, yaitu terdapat alur-alur di permukaan bilahnya.Apapun pendapat orang masih terbuka lebar penelitian yang lebih mendalam mengenai asal-usul keris yang sesungguhnya, tapi yang pasti hanya di Jawa catatan mengenai keris dan pembuatnya tertata paling rapi dilengkapi dengan kronologisnya.
Ditulis oleh : Anggarajaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar