Ignatius Vincsar Hadipraba : Bisa Musik membawa kepada Cahaya Islam

Memuat...
Sejak kecil saya sudah kenal Islam. Saya sering melihat pembantu shalat. Kebetulan kakek saya (dari bapak) muslim. Selain itu saya juga senang dengerin orang adzan atau ngaji. Tetapi hati saya belum terbersit keinginan untuk cari tahu apa maksudnya. Ketika semasa kuliah salah seorang teman pernah ngasih tahu bahwa Tuhan itu satu. Ia tidak beranak dan tidak diperanakan. Mendengar penjelasannya, saya cuek saja. Saya tetap kukuh pada keyakinan selama ini. Karena saya tahunya hanya konsep Trinitas. Saya belum tahu wacana ketuhanan yang dipercayai agama lain.

Namun begitu, saya ingin aktif di gereja sewaktu saya kuliah di Raiu. Itupun akhirnya gagal. Gara-gara saya nggak diakui oleh pastur di sana. Ceritanya, saya secara otodidak bisa main musik. Suatu hari saya mendatangi pastur seraya ngajuin permohonan untuk menjadi pengiring organ di gereja.Tapi jawaban pastur kurang mengenakkan hati. :sound

"Kamu punya sertifikat Yamaha nggak?" tanyanya. Saya heran.

"Lho, yang penting kan saya bisa memainkan organ?"

"Oo, tidak bisa. Nanti kalau permainan musikmu ngacau malah bikin suasana tidak khusu di gereja," ujarnya.

"Ya sudahlah. Saya lebih baik berkembang di luar daripada berkembang di geraja," ungkap saya kesal.
Memang saya lebih terkenal di luar (geraja) dari pada di lingkungan gereja. Di kampus UNRI kalau tanya siapa Igo (panggilan sebelum muslim, Red.), semua orang tahu. Tetapi kalau di Gereja tanya siapa Igo, orang akan balik bertanya, si Igo yang mana ya? Oleh karena itu saya kecewa dengan kejadian itu.

Sejak tahun 1996 saya pindah ke Jakarta. Saya kerja di Mac Donald. Awalnya enak, karena setiap Sabtu-Minggu libur jadi saya bisa kebaktian. Tetapi lama kelamaan setiap Sabtu Minggu pun harus masuk kerja. Akhirnya saya nggak bisa ke Gereja. Terus saya berpikir, 'Enak ya, jadi orang Islam. Setiap hari bisa ketemu sama Tuhan. Sehari lima kali bermeditasi (shalat), fikiran dan batin jadi fresh.' Sedangkan saya pulang kerja saja sudah capai, lalu kapan beribadah?'

Hingga akhir 1998 ketika saya masih tinggal di gang H. Saimin, Ciputat, saya sering ngumpul sama temen-temen. Kebetulan ketua pemudanya, bang Hans, sering ngajak kami ngobrol. Selain diskusi kami juga berlatih musik di garasi akhirnya mendirikan grup musik Garasi. Sekitar selama tujuh bulan, setiap saya pulang kerja, saya nggak langsung tidur. Sambil istirahat kami sering ngobrol-ngobrol sama teman-temen di lingkungan kost. Suatu hari kami kedatangan H. Sofwan Muzamil, temannya bang Hans. Akhirnya beliau sering datang ke tempat kami ngumpul. Suatu hari, saya datang belakangan, mereka lagi ngebahas tentang Islam. Pak haji lagi ngejelasin tentang Islam secara detail. Akhirnya saya menjadi suka. Lagian Pak haji itu orangnya nggak sombong. Lalu saya mendekati beliau.

"Pak haji saya tertarik masuk Islam," kata saya.

"O, tunggu dulu, saya tidak ngajarin kamu masuk Islam. Tapi beginilah Islam," jelasnya. Beberapa hari kemudian saya ketemu lagi, terus saya sering mendengarkan mereka diskusi. Keinginan saya masuk Islam semakin kuat. Saya nyari sumber-sumbernya. Karena Pak haji sudah bilang bahwa, dalam Islam itu nggak ada paksaan bagi manusia untuk memeluknya.

"Saya nggak mau ngajari kamu tentang Islam, tapi kalau kamu tertarik sama Islam, carilah sendiri sumber-sumbernya," ujar Pak haji. Akhirnya saya membuka-buka buku kesaksian milik teman kostku. Selama ini saya nggak pernah nemuin bahasan tentang isi injil secara detail. Itulah bedanya antara Katolik dan Protestan. Kalau di Protestan, Injil dikupas cukup mendalam. Terus dalam buku yang saya baca terdapat kalimat yang menjelaskan bahwa Yesus berkata, 'Saya harus pergi, sebab kalau tidak pergi dia (si penghibur) itu tidak akan datang. Dan kalau dia datang, dia akan berkata-kata apa yang didengarkannya dari Allah.' Sang penghibur itu dalam bentuk kiasan, tidak lain nabi Muhammad kan? Di dalam Bibel berbahasa Inggris disebutnya the helper. Karena nabi Muhammad diturunkan ketika keadaan dunia lagi kacau (jahiliyah) kan? Ketika baca itu bergetar hati saya. Lho, bener ini. Saya buka injil (Yohanes) lagi, ternyata benar. Injil yang lain nggak mengupas mengenai itu.

Menjelang lebaran tepatnya pada tanggal 17 Januari 1999 di sebuah mushala di Ciputat saya ngucapin dua kalimat syahadat, dibimbing oleh H.Sofwan Muzamil. Nama nama saya ditambahi Ikhsan Nur Ramadhan. Sebelum masuk Islam seperti anjuran Pak haji, saya sudah mulai baca-baca buku tentang Islam, bagaimana cara beribadah dalam Islam di samping tanya sama calon istri saya.

Setelah menjadi muslim cobaan yang saya hadapi ternyata cukup berat. Pertama, saya ditolak habis sama keluarga. Sewaktu saya menyatakan keinginan saya untuk masuk Islam sama pak haji Sofwan, sebelumnya saya sudah bilang sama orang tua. Tapi orang tua saya menanggapinya dengan argumen yang sinis. Intinya mereka nggak setuju. Oleh karena itu saya masuk Islam secara diam-diam. Selang beberapa waktu baru saya kasih tahu sama orang tua. Sejak itu hubungan keluarga antara saya dengan orang tua (ayah) dan adik saya tetap baik, tetapi kakak dan ibu saya sampai sekarang belum mau mengerti juga. Belum lama ini kakak saya lihat KTP saya, lalu dia nanya.

"Namanya kok kamu ganti? Ignatiusnya mana?" tanyanya.

"Lho, saya kan sudah jadi muslim ngapain pakai nama itu?" jawab saya. Pendirian saya, yang penting nama pemberian orang tua masih saya pakai. Sedangkan Ignatius itu nama baptis saya. Sampai saya dianggap sudah nggak menghargai orang tua lagi.

Cobaan kedua, pada acara pernikahan kami orang tua dan sanak saudara nggak hadir seorang pun. Padahal mereka diundang. Kalau bapak saya memang sakit, sedangkan ibu sebenarnya sudah kasih restu cuman beliau masih berat hati. Terus Pak De saya yang muslim juga diundang, tapi nggak datang juga, mungkin karena nggak enak sama keluarga saya. Maklumlah mereka Katolik aktif. Saya yakin dari hubungan anak orang tua, mereka ingin datang, tapi karena terbentur beda akidah sehingga nggak seorang pun yang datang. Padahal sebelum nikah saya dalam keadaan 'krisis'. Saya hanya yakin bahwa Allah akan menolong hambanya. Akhirnya pernikahan berjalan juga. Alhamdulillah sampai sekarang apa yang saya inginkan dikabulkan-Nya. *

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer