Legenda Puti Kusumba

Memuat...
Alkisah pada masa lampau di Jambi, hiduplah sepasang suami istri yang belum dikaruniai anak. Perkawinan mereka yang telah berlangsung cukup lama belum juga mendapat tanda tanda akan hadirnya seorang anak. Meski demikian, pasangan suami istri itu tak putus asa. Mereka terus berupaya dan berdoa.


Pada suatu malam, pasangan suami istri itu mengalami mimpi yang sama. Mereka bermimpi didatangi seorang kakek yang tak mereka kenal. “Bila kalian ingin memiliki anak, carilah rebung yang dililit ular sawah”, kata si kakek. “Masaklah rebung itu dan makanlah. Niscaya apa yang kalian dambakan akan segera terwujud”, tambahnya lagi. Setelah berkata demikian si kakek itupun pergi.


Keesokan harinya pasangan suami istri itu saling menceritakan mimpinya masing masing. Mereka merasa aneh, mengapa bisa mengalami mimpi yang sama. Mereka pikir pastilah ini pertanda baik. Mereka memutuskan untuk mengikuti petunjuk si kakek.


Ketika hari mulai terang, berangkatlah mereka menuju ke pinggir hutan yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Rebung merupakan tunas bambu yang masih muda dan biasa dijadikan sayur sebagai pelengkap makan nasi. Begitu sampai, mereka segera mengamati satu persatu rebung yang ada sambil berjalan menunduk. Mereka terus mencari rebung yang dililit ular sawah.


Tak berapa lama kemudian, pasangan suami istri itu menemukan seekor ular sawah yang sedang melilitikan tubuhnya pada serumpun rebung. Hati mereka melonjak kegirangan karena menemukan apa yang cari. “Sebaiknya kita bicara saja pada ular sawah ini apa tujuan kita kesini”, kata sang suami pada istrinya. Sang istri mengangguk setuju.


Sang suami segera menceritakan mimpinya kepada ular sawah. Tak disangka, ular sawah itu ternyata bisa bicara layaknya seorang manusia. “Bila kau membutuhkan rebung itu, ambilah”, kata ular sawah. “Tapi aku ingin membuat perjanjian terlebih dulu denganmu”, tambah si ular sawah sambil mulai merenggangkan lilitannya pada rebung. “Perjanjian apa yang kau maksud ?”, tanya sang suami penasaran. Ular sawah itu mulai merayap mendekatinya. “Aku ingin kau berjanji untuk menyerahkan anakmu padaku jika ia perempuan. Jika anakmu laki laki maka kau berhak memilikinya”, kata ular sawah itu sambil mengangkat kepalanya menatap sang suami.


Sepasang suami istri itu terkejut mendengar apa yang dikatakan ular sawah. Mereka tak menyangka ular sawah itu mengajukan syarat yang sungguh berat. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya sang suami menyetujui kesepakatan yang diajukan ular sawah. “Baiklah, kami akan menyerahkan anak kami padamu jika ia perempuan..”, kata sang suami pelan. “Kami akan menyerahkannya ketika ia berumur tujuh tahun”, tambahnya sambil menatap ular sawah. Meski terasa sangat berat, keinginan memiliki anak yang begitu kuat membuatnya memutuskan untuk setuju. Sang istripun tak punya pilihan. Ia sependapat dengan suaminya.


Pulanglah sepasang suami istri itu membawa rebung seperti yang dimaksud si kakek. Begitu tiba di rumah sang istri langsung memasaknya dan menyantapnya bersama sang suami. Waktu terus berjalan, hari berlalu. Pada suatu pagi sang istri merasakan ada perubahan pada dirinya. Ia mulai mengandung.


Tak terasa tibalah saatnya sang istri melahirkan jabang bayi. Kegembiraan mereka akan kehadiran anak yang ditunggu mendatangkan kebahagiaan dan kesedihan sekaligus. Mereka gembira karena harapan untuk memiliki seorang anak telah terwujud. Namun demikian pasangan suami istri itu juga merasakan kesedihan manakala mengetahui anak mereka perempuan. Mereka teringat akan kesepakatan yang telah dibuat dengan ular sawah tempo hari.


Bayi perempuan itu diberi nama Puti Kusumba. Ia tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang lucu dan menggemaskan. Ayah dan ibunya semakin resah karena kini Puti Kusumba telah berumur tujuh tahun. Tibalah saatnya anak itu diserahkan kepada ular sawah.


Karena tak sanggup memenuhi janjinya, sepasang suami istri itu bermaksud mengingkarinya. Mereka mengurung Puti Kusumba di dalam rumah dan tak pernah ditinggalkan seorang diri. Mereka takut sekali jika ular sawah datang dan membawa pergi putri yang sangat mereka cintai.


Pada suatu ketika, sang suami hendak pergi berlayar meninggalkan pulau tempat tinggal mereka. Sebelum berangkat sang suami berpesan pada istrinya agar tak membawa Puti Kusumba keluar rumah walau sekejap. “Jagalah Puti baik baik. Jangan sampai ular sawah itu punya kesempatan untuk mengambilnya”, kata sang suami dengan nada khawatir. Sang suami sebenarnya enggan meninggalkan istri dan anaknya sendirian, namun apa daya, ia harus mencari nafkah.


Beberapa hari setelah kepergian suaminya, sang istri membawa Puti Kusumba mandi ke sungai. Sang istri lupa akan pesan suaminya. Ketika keduanya tengah asyik bermain air sungai, tiba tiba datang ular sawah dan mengangkat Puti Kusumba. “Tolong bu…. tolong…”, teriak Puti Kusumba panik. Sang ibu tak kalah paniknya. Ia segera menjerit jerit minta pertolongan. Namun sayang, tak ada seorangpun di dekat mereka. Ular sawah itu membawa Puti Kusumba pergi dengan cepatnya.


Ular sawah membawa Puti Kusumba ke sebuah tebing yang menjorok ke laut. Puti Kusumba tak dapat berbuat apa apa. Gadis kecil itu hanya duduk menangis sambil menatap perahu perahu nelayan yang lalu lalang dibawah tebing. Ingin sekali ia berteriak minta tolong, namun bayangan dimakan ular sawah membuatnya mengurungkan niatnya. Ia hanya bisa berharap ayahnya lewat disitu dan menolongnya.


Sehari hari Puti makan buah buahan yang dibawakan ular sawah untuknya. Suatu hari ular sawah datang menghampiri Puti Kusumba dan bertanya, “sebesar apakah hatimu gadis kecil ?”, tanyanya suatu kali. “Sebesar jeruk..”, jawab Puti Kusumba sambil menahan tangis. Beberapa hari kemudian ular sawah datang lagi dan bertanya padanya, “sebesar apa hatimu sekarang gadis kecil ?”tanyanya sambil membawakan Puti Kusumba buah buahan. “Sebesar mangga..”, jawab Puti Kusumba. Ia berharap ular sawah itu segera pergi meninggalkannya. Ia sungguh ketakutan berdekatan dengan ular itu.


Setiap hari Puti Kusumba senantiasa memandang kebawah tebing. Ia berharap ayahnya lewat disitu. Suatu hari ketika tengah melamun, Puti Kusumba dikejutkan oleh suara ular sawah yang tiba tiba sudah berada dikampingnya. “Hai gadis kecil, sudah sebesar apa hatimu sekarang ?”, tanya ular sawah dengan suara keras. Puti Kusumba kembali menangis ketakutan. “Sebesar kelapa ”, jawabnya di tengah isak tangisnya.


Ular sawah gembira sekali mendengar jawaban Puti Kusumba. “Hhhmmmm…sudah saatnya berpesta nanti malam..”, pikirnya senang. Ular sawah berniat mengundang kesepuluh ekor ular temannya untuk beramai ramai menyantap Puti Kusumba. Melihat ular sawah yang menyeringai ke arahnya, Puti Kusumba menangis semakin keras. Ia tahu kalau tak lama lagi dirinya akan disantap ular sawah.


Hari mulai senja ketika Puti Kusumba melihat sebuah perahu yang berada tak jauh dari tebing. Ia mengamati sosok laki laki di atasnya dengan seksama. Ia merasa mengenali sosok yang tengah mendayung di atas perahu itu. Dugaannya benar. Ayahnya yang tengah melaju di atas perahu itu sebentar lagi lewat di dekatnya.


Puti Kusumba berteriak sekeras kerasnya. “Ayah….ayah…tolong Puti…”, teriaknya berkali kali. Sang ayah terkejut mendengar suara anak perempuannya berteriak minta tolong. Setelah memperhatikan keadaan sekeliling, sang ayah akhirnya menemukan tempat anaknya berada. Ia melihat Puti Kusumba tengah melambai lambaikan tangannya dari atas tebing sambil berteriak teriak.


Sang ayah terkesiap. Ia memastikan bahwa anaknya itu tengah disandera ular sawah. Tak mau membuang waktu, ia langsung mendayung ke bawah tebing hendak menjemput anaknya. “Melompatlah kau kesini, nak…”, teriak sang ayah. “Ayah akan menangkapmu..”, tambahnya dengan suara tergesa. Meski takut, Puti Kusumba menuruti perintah ayahnya. Ia segera melompat dari atas tebing yang rupanya tak terlalu tinggi itu. Sekejap kemudian ia merasakan tubuhnya telah sampai dalam gendongan ayahnya.


Ular sawah yang baru datang bersama kesepuluh temannya sangat terkejut melihat Puti Kusumba tak ada di tempatnya. Setelah mencari cari, matanya menangkap sebuah perahu nelayan berisi seorang laki laki dan seorang anak kecil di kejauhan. “Aaaaargggg…..santapanku lepas…”, teriaknya marah. Ia tahu bahwa anak kecil dalam perahu itu adalah Puti Kusumba yang telah dibawa pergi ayahnya.


Kesepuluh teman ular sawah marah besar. Mereka merasa ditipu. Bayangan lezatnya menyantap daging manusia membuat mereka semakin murka. Entah siapa yang memulai, kesepuluh ekor ular yang tengah kelaparan itu akhirnya menyerang si ular sawah. Mereka mengoyak tubuhnya dan menyantap dagingnya bersama sama.


Kini Puti Kusumba telah kembali ke rumah dengan selamat. Sejak matinya si ular sawah, Puti Kusumba hidup tenang bersama ayah ibunya. Ketakutan akan kejaran si ular sawah telah sirna selamanya.

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer