Memuat...
Penelitian ini menyangkal teori ‘bintang mati’.
Peristiwa kepunahan masal berlangsung setiap 27 juta tahun sekali di bumi ini, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Amerika. Menurut perhitungan kepunahan masal pada masa mendatang akan terjadi sekitar 16 juta tahun kemudian.
Fisikawan Adrian Melott dari Univesitas Kansas dan Paleontolog Richard Bambach dari Smithsonian Institution di Washington DC, telah menerbitkan makalah mereka ‘Nemesis Reconsidered’, di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, September 2010.
Mereka mengatakan, temuan mereka bersifat tidak konsisten dengan ‘Nemesis’ atau teori ‘bintang mati’, yang memprediksi keberadaan bintang gelap mendekati matahari, yang mana akan mengirimkan semburan hujan komet hingga mematikan sistem tata surya kita setiap kali melintasi Awan Oort (awan komet yang mengelilingi tata surya).
Para ilmuwan telah mengidentifikasi 19 kepunahan masal yang terjadi sejak 500 juta tahun lalu, 10 kepunahan terjadi kurang dari 3 juta tahun sebelum atau setelah diprediksi pada siklus 27 juta tahun.
Peristiwa ini termasuk kepunahan dinosaurus, 65 juta tahun lalu, yang berlangsung dalam tiga siklus. Setiap peristiwa mengakibatkan kepunahan 10 hingga 60 persen dari seluruh spesies.
Teori Nemesis pertamakalinya dikemukakan oleh para paleontologn pada tahun1984, untuk menjelaskan terjadinya kepunahan masal secara berkala. Menurut Melott dan Bambach, periode orbit sebuah bintang harus diubah 15 persen menjadi 30 persen selama 500 juta tahun terakhir.
Riset lain telah menyatakan bahwa bintang akan menghabiskan 4 persen lebih lama untuk menyelesaikan orbitnya setiap kali, akibat gangguan dari bintang-bintang yang melintas dari pasang-surut gravitasi galaksi.
“Catatan fosil seringkali berubah-ubah akibat adanya gangguan yang diduga terjadi dalam orbit gelap tata surya pendamping,” tulis Melott dan Bambach pada makalah mereka.
Jika Nemesis tidak eksis, sebuah teleskop antariksa NASA, WISE (wide-field Infrared Survey Explorer), yang diluncurkan pada Januari 2009, bisa saja tidak dapat mendeteksinya. Hal ini akan menghabiskan waktu para ilmuwan hingga pertengahan 2013 untuk menganalisa hasil pencarian untuk obyek jauh dalam spektrum inframerah, yang berakhir pada Oktober 2010, saat pendingin teleskop tidak berfungsi.
Teleskop ini sudah dua kali men-scan langit untuk menghasilkan gambar-gambar terakhir. Jika sebuah obyek jauh bergerak di antara waktu scan dua tersebut, ilmuwan dapat menggunakan gambar itu untuk menyimpulkan lokasi dan orbitnya.
Melott dan Bambach tidak menyajikan penjelasan alternatif tentang Nemesis atas kepunahan masal secara berkala, yang tetap menjadi sebuah misteri. (EpochTimes/sua)
Peristiwa kepunahan masal berlangsung setiap 27 juta tahun sekali di bumi ini, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Amerika. Menurut perhitungan kepunahan masal pada masa mendatang akan terjadi sekitar 16 juta tahun kemudian.
Fisikawan Adrian Melott dari Univesitas Kansas dan Paleontolog Richard Bambach dari Smithsonian Institution di Washington DC, telah menerbitkan makalah mereka ‘Nemesis Reconsidered’, di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, September 2010.
Mereka mengatakan, temuan mereka bersifat tidak konsisten dengan ‘Nemesis’ atau teori ‘bintang mati’, yang memprediksi keberadaan bintang gelap mendekati matahari, yang mana akan mengirimkan semburan hujan komet hingga mematikan sistem tata surya kita setiap kali melintasi Awan Oort (awan komet yang mengelilingi tata surya).
Para ilmuwan telah mengidentifikasi 19 kepunahan masal yang terjadi sejak 500 juta tahun lalu, 10 kepunahan terjadi kurang dari 3 juta tahun sebelum atau setelah diprediksi pada siklus 27 juta tahun.
Peristiwa ini termasuk kepunahan dinosaurus, 65 juta tahun lalu, yang berlangsung dalam tiga siklus. Setiap peristiwa mengakibatkan kepunahan 10 hingga 60 persen dari seluruh spesies.
Teori Nemesis pertamakalinya dikemukakan oleh para paleontologn pada tahun1984, untuk menjelaskan terjadinya kepunahan masal secara berkala. Menurut Melott dan Bambach, periode orbit sebuah bintang harus diubah 15 persen menjadi 30 persen selama 500 juta tahun terakhir.
Riset lain telah menyatakan bahwa bintang akan menghabiskan 4 persen lebih lama untuk menyelesaikan orbitnya setiap kali, akibat gangguan dari bintang-bintang yang melintas dari pasang-surut gravitasi galaksi.
“Catatan fosil seringkali berubah-ubah akibat adanya gangguan yang diduga terjadi dalam orbit gelap tata surya pendamping,” tulis Melott dan Bambach pada makalah mereka.
Jika Nemesis tidak eksis, sebuah teleskop antariksa NASA, WISE (wide-field Infrared Survey Explorer), yang diluncurkan pada Januari 2009, bisa saja tidak dapat mendeteksinya. Hal ini akan menghabiskan waktu para ilmuwan hingga pertengahan 2013 untuk menganalisa hasil pencarian untuk obyek jauh dalam spektrum inframerah, yang berakhir pada Oktober 2010, saat pendingin teleskop tidak berfungsi.
Teleskop ini sudah dua kali men-scan langit untuk menghasilkan gambar-gambar terakhir. Jika sebuah obyek jauh bergerak di antara waktu scan dua tersebut, ilmuwan dapat menggunakan gambar itu untuk menyimpulkan lokasi dan orbitnya.
Melott dan Bambach tidak menyajikan penjelasan alternatif tentang Nemesis atas kepunahan masal secara berkala, yang tetap menjadi sebuah misteri. (EpochTimes/sua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar