Di Italia : Jangan Nikahi Pria Muslim, Please !

Memuat...
Ia lebih suka dipanggil dengan nama panggilan barunya, Iman. Sebelum menikah dengan Ahmed, seorang pria asal Yordania, dia penganut Katolik. Imigran asal Kanada yang sudah sepuluh tahun bermukim di Italia ini menjadi Muslim sejak lima tahun lalu, atau dua tahun setelah menikah. Kendati suaminya Muslim, mereka jarang mendiskusikan soal agama. Iman justru mengenal Islam di sekolah anaknya. Seorang teman meminjaminya buku Islam in Focus. Pertanyaan bertahun-tahun yang tak terjawab oleh agamanya ada dalam buku itu.

Misalnya, dalam agamanya yang lama, anak kecil yang meninggal sebelum dibaptis tidak akan masuk surga. Ia akan berkumpul dengan orang-orang senasib di limbo (tempat bagi orang-orang terlantar). Sedang dalam Islam, tak ada dosa asal. Tidak ada dosa nenek moyang yang diturunkan kepada anak cucunya.

Ia pun mantap berislam. Suaminya mendukung dengan suka cita. ''Orang sulit untuk menemukan kebenaran Islam yang sesungguhnya, sebelum dia sungguh-sungguh menjadi Muslim. Saya damai dalam islam,'' ujarnya, seperti ditulis Islamicweb.

Jumlah kaum wanita seperti Iman -- menikah dengan pria Muslim dan kemudian menjadi Muslimah -- jumlahnya meningkat di Italia. Situs BBC Online menyebut, pada tahun 2005 telah terjadi banyak pernikahan antara wanita Katolik dan lak-laki Muslim di Italia. Menurut data dari kantor statistik Italia, ISTAT, pada tahun 2004 lalu ada 19.000 lebih perkawinan beda agama di Italia.

Menggelembungnya jumlah mualaf wanita mulai meresahkan gereja. Para kardinal di Italia baru-baru ini mengingatkan kaum wanitanya agar tidak melakukan ikatan perkawinan dengan laki-laki Muslim, seiring dengan makin meningkatnya jumlah populasi Muslim di negara itu.

Kardinal Camillo Ruini di Roma mengatakan, perbedaan budaya seperti peranan wanita dan pendidikan anak-anak membuat kaum perempuan Katolik mengalami kesulitan jika menikah dengan laki-laki Muslim. "Pengalaman beberapa tahun belakangan ini, membuat kami mengeluarkan himbauan agar tidak melakukan perkawinan campuran, atau dalam kasus apapun tidak membenarkan perkawinan itu," kata Ruini dalam siaran persnya. Kardinal Ruini juga mengungkapkan secara intrinsik, perkawinan beda agama itu sebagai perkawinan yang rapuh.

Imbauan Ruini agar tidak melakukan perkawinan beda agama ini juga pernah dikeluarkan oleh Kardinal Vatikan, Stephen Hamao. Hamao bahkan menyebut wanita Eropa yang terlanjur menikah dengan laki-laki Muslim sebagai 'pengalaman pahit.'

Menanggapi himbau gereja Vatikan itu, seorang pendeta Katolik yang juga profesor bidang filsafat di Universitas Kairo, Kristian Van Spen mengatakan, himbauan itu dilatarbelakangi kekhawatiran bahwa wanita Katolik yang menikah dengan laki-laki Muslim nantinya akan masuk Islam. "Selain itu mereka juga khawatir anak-anak hasil perkawinan ini nantinya akan memeluk Islam. Konsekuensinya, jumlah warga Muslim di Italia akan bertambah banyak," ujar Van Spen.

Bagi Italia, isu nikah campur menjadi hal yang sangat sensitif. Negara ini memiliki angka kelahiran paling rendah di dunia. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, mereka mengundang tenaga kerja asing, karena jumlah naker di negerinya jumlahnya kurang memadai.

Sepertiga dari imigran yang datang adalah Muslim. Kebanyakan dari mereka berasal dari Tunisia dan Maroko. Kini, jumlah Muslim di negara itu membengkak menjadi 500 ribu orang, atau dua kali lipat dari 10 tahun lalu. Dan, islam kini menjadi agama terbesar kedua di Italia.

Momennya terjadi awal tahun 2000 lalu. Bayi yang lahir pertama di tahun tersebut -- dijuluki "Model 2000 Italian oleh media massa -- adalah anak seorang imigran Maroko. Ditelusur ke belakang, banyak familinya yang berislam karena menikah. Sekitar 10 ribu wanita Italia menikah dengan imigran Muslim dan beranak-pinak pula.

Awal Februari 2002, konferensi para uskup diselenggarakan khusus untuk membahas pernikahan campur Muslim-Kristen. Konferensi merekomendasikan pelarangan pernikahan campur dan pemanfaatan gereja untuk shalat berjamaah. ''Kami khawatir hal ini akan menimbulkan kesan bahwa Kristen tidak mempunyai kepercayaan hakiki,'' kata Ennio Antonelli, juru bicara acara itu.

Namun imbauan itu bak angin lalu saja. Penduduk Naples memberi ruang bagi komunitas Muslim untuk mendirikan masjid. Warga kota Palermo dan Modena mendirikan badan penasihat bagi imigran. Kota kecil Meduno mengadopsi pasal-pasal diversitas budaya dalam undang-undang mereka.

Inilah barangkali, yang melandasi imbauan Ruini. Apalagi komunitas Muslim mengusulkan kepada pemerintah agar di sekolah negeri disediakan guru untuk mengajar mata pelajaran Alquran dan bahasa Arab untuk murid Muslim mereka.



Islam di Tetangga Vatikan

Seperti di banyak negara Eropa, Islam tumbuh dengan cepat di Italia. Jumlah imigran Muslim saat ini sebanyak 500 ribu orang, atau 1 persen dari populasi Italia. Mereka umumnya berasal dari Maroko, Albania, Tunisia, Senegal, dan Mesir. Saat ini, jumlah penduduk Muslim di Italia sebanyak 719 ribu orang, dan 25 ribu di antaranya adalah mualaf.

Terdapat sedikitnya 10 organisasi Muslim di negara itu. Berdasar survei yang dilakukan Italiaplease, sebanyak 59,7 persen Muslim Italia menilai pemakaian jilbab tergantung pada pilihan hati masing-masing, tidak diwajibkan.

Di negara ini, terdapat 214 tempat ibadah Muslim. Terbanyak di Italia bagian utara. Masjid pertama berdiri tahun 1980 di Catania, Sicily. Tahun 1988, Masjid Al Rahman di Segrate (Milan) diresmikan penggunaannya. Pendirian masjid ini didanai imigran Muslim dan mualaf. Tahun 1995 masjid terbesar di Eropa dibuka di Monte Antenne, Roma. tri/italiaplease ( tri/islamonline/bbc /Republika Online)

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer