Gunung Arjuno atau Arjuna ini terletak di Malang, Jawa Timur yang memiliki ketinggian 3.339 meter dpl. Di gunung tesebut banyak ditemukan banyak petilasan-petilasan bekas Kerajaan Majapahit dan berbagai objek wisata, seperti air terjun.
Namun, konon untuk mendaki Gunung Arjuna tersebut harus berhati-hati; karena menurut cerita masyarakat, banyak pendaki yang tersesat dan tidak bisa pulang kembali. Berikut kami rangkum 5 legenda mistis Gunung Arjuna tersebut, sebagai berikut :
1. Arjuna
Konon, Arjuna pernah melakukan pertapaan di sebuah gunung dengan sangat khusyuk semala berbulan-bulan. Kemudian tubuhnya mengeluarkan sinar dan memiliki kekuatan yang luar biasa, hingga membuat Kahyangan kacau.
Kawah Condrodimuko menyemburkan laharnya, bumi berguncang, petir menggelegar di siang hari, hujan turun dan menimbulkan banjir, dan gunung tempat Arjuna bertapa terangkat ke langit.
Para Dewa yang khawatir, maka melakukan tindakan untuk menghentikan pertapaan dari Arjuna tersebut. Kemudian Batara Ismaya diturunkan ke bumi dengan menjelma menjadi Semar. Dengan kesaktiannya, Semar memotong puncak gunung tempat Arjuna bertapa dan melemparkannya ke tempat lain.
Kemudian Arjuna terbangun dari pertapaannya dan mendapat nasehat dari Semar untuk tidak melakukan pertapaan lagi. Kemudian tempat pertapaan tersebut disebut Gunung Arjuna, dan potongannya diberi nama Gunung Wukir.
2. Acara Ngunduh Mantu
Cerita mistis di Gunung Arjuna memang kerap terdengar dan sudah menjadi bahan pembicaraan masyarakat sekitar, seperti tentang adanya lantunan musik Ngunduh Mantu. Para pendaki atau penambang belerang kadang mendengar Ngunduh Mantu, yaitu suara gamelan Jawa untuk acara pernikahan.
Menurut masyarakat, jika mendengar Ngunduh Mantu maka lebih baik tidak meneruskan pendakian ke puncak Gunung Arjuna tersebut; karena jika memaksa meneruskan pendakian maka si pendaki biasanya akan tersesat dan hilang.
3. Alas Lali Jiwo
Sebelum mencapai puncak Gunung Arjuna, terdapat tempat yang disebut oleh masyarakat sebagai Alas Lali Jiwo atau berarti hutan lupa diri. Menurut kepercayaan setempat, orang yang mempunyai niat jahat, jika melewati daerah tersebut akan tersesat dan lupa diri.
Menurut ahli spiritual, daerah tersebut memang banyak dihuni oleh para jin. Para pendaki kadang mendengar suara gamelan dan kemudian menghilang. Konon pendaki tersebut dibawa untuk dikimpoikan dengan bangsa jin daerah tersebut.
Menurut mitos, para pendaki juga tidak boleh melanggar beberapa larangan, seperti pendaki tidak boleh berjumlah ganjil, tidak boleh memakai baju merah (warna merah dominan), dan tidak merusak situs-situs petilasan Kerajaan Majapahit yang tersebar di area pendakian Gunung Arjuna tersebut.
4. Pasar Dieng
Di wilayah pendakian menuju puncak Gunung Arjuna, dipercaya terdapat Pasar Dieng atau biasa disebut pasar hantu. Di areal Pasar Dieng tersebut terdapat makam para pendaki yang pernah meninggal di tempat tersebut. Wilayahnya yang datar dan luas merupakan areal yang cocok dijadikan sebuah pasar.
Konon, pernah ada pendaki yang membuka tenda di wilayah Pasar Dieng tersebut untuk bermalam sebelum menuju puncak. Pada malam hari, ia dikejutkan dengan suasana ramai di luar tendanya, dan ia melihat sebuah pasar yang sangat ramai. Pendaki tersebut dikabarkan berkeliling pasar dan membeli sebuah jaket.
Kemudian ia kembali ke tenda, dan besok pagi ketika ia bangun; wilayah sekitar tendanya sepi tidak ada orang satu pun dan tidak ada bekas-bekas pasar. Jaket yang dibelinya masih ada, namun uang kembalian yang diberikan oleh pedagang pasar tersebut berubah menjadi daun.
5. Petilasan
Di Gunung Arjuna terdapat banyak situs-situs petilasan peninggalan Kerajaan Majapahit dan Singasari. Beberapa petilasan tersebut yaitu, petilasan Eyang Antaboga, Eyang Abiyasa, Ayang Sekutrem, Eyang Sakri, Eyang Semar, Eyang Sri Makutharama dan petilasan Sepilar.
Menurut mitos, petilasan-petilasan tersebut dijaga oleh Bambang Wisanggeni yang merupakan anak dari Arjuna dengan Bathari Dresanala.
Petilasan-petilasan tersebut digunakan orang zaman dahulu untuk melakukan pertapaan. Masyarakat percaya, orang yang melakukan pertapaan tersebut muksa (menghilang dengan jasadnya). Orang-orang muksa tersebut dipercaya masih berada di tempat tersebut dan menjaga tempat tersebut hingga waktu yang tidak diketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar