Memuat...
Jembatan Sambas amat terkenal dan menjadi penghubung antar kota di kawasan selatan propinsi Kalimantan Barat. Jembatan ini bukan hanya bersejarah, tapi juga dianggap keramat karena konon dikuasai oleh kaum Bunian (mahluk halus). Banyak kejadian aneh berlaku di jembatan sepanjang 150 Km ini. Seperti penampakan-penampakan bangsa lelembut dan mahluk halus. Dulu, jembatan ini luput dari kehancuran saat dibom tentara Jepang.
Jembatan Sambas terletak di kota Sambas, atau berjarak 270 Km dari ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak ke arah selatan. Jembatan ini dianggap vital karena menghubungkan kota Bengkayang, Singkawang, Pemangkat, Sambas dan daerah-daerah kecil di bagian selatan Kalbar. Boleh dikata, ini jembatan satu-satunya yang menjadi nadi ekonomi dan transportasi masyarakat di sana. Keberadaan jembatan ini tak bisa lepas dari keberadaan kota Sambas yang unik.
Kota keramat
Kota Sambas sendiri dikenal sebagai kota keramat karena konon dikuasai oleh kaum Bunian (mahluk halus). Tak heran bila kota ini kerap disebut pula sebagai Negeri Kebenaran, sebutan lain untuk kaum Bunian. Menurut sejarah, Sambas tempo dulu merupakan sebuah kerajaan besar yang tilas-tilasnya hingga kini masih ada. Tak jauh dari pusat kota, masih berdiri Keraton Sambas yang megah, lengkap dengan kompleks keluarga kesultanan.
Kerajaan Sambas didirikan oleh Raden Soelaiman, yang bergelar Soeltan Moehammad Tsafioeddin I di Tanjung Muara Ulakan Lubuk Madung, pada tahun 1080 hijriah atau tahun 1687 masehi. Kerajaan ini mengalami masa jaya semasa diperintah oleh Soeltan Moehammad Tsafioeddin II. Cerita dari mulut ke mulut menyebut daerah ini kerap kedatangan kaum Bunian setelah salah seorang putra mahkotanya yang bernama Raden Sandi Braja menghilang secara misterius dan menjadi raja di kerajaan Bunian.
Menurut cerita, jenazah raden Sandi meninggal karena sakit yang tidak ada obatnya, dan kemudian jasadnya menghilang diambil kaum Bunian. Lalu Raden Sandi dijadikan raja kaum Bunian yang berpusat di Kecamatan Paloh. Peristiwa itu terjadi sebagai tebusan atas nyawa burung peliharaan sang Puteri Kebenaran (kaum Bunian) pada saat beliau berburu di hutan Paloh. Hanya saja, sejauh mana kebenaran cerita ini masih sulit dibuktikan.
Jembatan Sambas
Bagaimana dengan jembatan Sambas yang keramat itu? Benarkah jembatan ini tak mempan dibom oleh tentara Jepang? Pada tahun 1941, tanda-tanda berakhirnya pendudukan 3,5 abad tentara Belanda di nusantara mulai terlihat. Pasukan Jepang mulai terlihat memasuki kawasan nusantara dengan peralatan tempurnya. Termasuk daerah Kalimantan Barat. Pasukan Jepang memang berusaha keras mematahkan kekuatan Belanda yang ada di Kalimantan Barat termasuk Sambas. Salah satunya melumpuhkan sarana ekonomi dan transportasi darat, seperti jempatan.
Nah, negeri matahari terbit itu melihat jembatan Sambas sangat vital dan perlu dihancurkan untuk melumpuhkan kekuatan Belanda. Bulan Desember 1941, menjadi saksi bisu. Dengan melibatkan sekitar 27 pesawat tempurnya, tentara Jepang menyerang Angkatan Udara Belanda di Sanggau Ledo. Ternyata target serangan tersebut tidak saja untuk menghancurkan pangkalan Angkatan Udara Belanda, namun juga pada jembatan Sambas dan jalan raya yang menghubungkan kota Singkawang, Pemangkat dan Sambas serta Bengkayang.
Akan tetapi, keajaiban pun terlihat. Jembatan dan jalan yang dibangun oleh Sultan Moehammad Tsafioeddin II ini tak hancur sedikitpun. Padahal, bala tentara Jepang melihatnya telah hancur. Tak hanya itu. Muntahan peluru dan bom bak hujan lebat itu menerjang apa yang ada di bawahnya. Lucunya, hujan bom dan peluru itu justru jatuh di kawasan hutan belantara.
Padahal sebelumnya, tentara Jepang melihat kawasan yang berada di bawahnya itu merupakan kota yang sangat ramai dan megah. Menurut keterangan, itulah istana dari kerajaan Bunian yang terletak di Paloh. Tentu saja harapan Jepang meluluhlantakkan daerah Sambas tidak tercapai. Sebab lokasi yang dibom tersebut tiada lain hanyalah hutan belantara saja. Karena pengecohan ini kerajaan Sambas yang menjadi target sasaran penyerangan tetap berdiri dengan megahnya.
Sudah barang tentu, Sultan Moehammad Mulia Ibrahim Tsafioeddin, raja ke-15 kerajaan Sambas dan seluruh kawulanya aman dan selamat dari serangan itu. Dan hingga kini jembatan kokoh penghubung kota Sambas dan kota lainnya di Kalimantan Barat tetap berdiri. Ia menjadi saksi bisu sejarah kerajan Sambas. “Orang-orang Bunian akan selalu menjaga Sambas untuk selamanya. Percayalah tak akan ada satu orang pun yang bisa menghancurkan sambas, kecuali seizin Yang Maha Kuasa,” tutur Hasan, kuncen keraton Sambas.
“Sambas tok beh kote kramat. Sian ade yang sanggop nguasaek nye. (Sambas itu kota kramat, tidak akan ada yang bisa menguasainya),” tutur Hasan. Alhasil, baik Sambas maupun jembatan keramat itu masih kokoh berdiri hingga kini.
Jembatan Sambas terletak di kota Sambas, atau berjarak 270 Km dari ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak ke arah selatan. Jembatan ini dianggap vital karena menghubungkan kota Bengkayang, Singkawang, Pemangkat, Sambas dan daerah-daerah kecil di bagian selatan Kalbar. Boleh dikata, ini jembatan satu-satunya yang menjadi nadi ekonomi dan transportasi masyarakat di sana. Keberadaan jembatan ini tak bisa lepas dari keberadaan kota Sambas yang unik.
Kota keramat
Kota Sambas sendiri dikenal sebagai kota keramat karena konon dikuasai oleh kaum Bunian (mahluk halus). Tak heran bila kota ini kerap disebut pula sebagai Negeri Kebenaran, sebutan lain untuk kaum Bunian. Menurut sejarah, Sambas tempo dulu merupakan sebuah kerajaan besar yang tilas-tilasnya hingga kini masih ada. Tak jauh dari pusat kota, masih berdiri Keraton Sambas yang megah, lengkap dengan kompleks keluarga kesultanan.
Kerajaan Sambas didirikan oleh Raden Soelaiman, yang bergelar Soeltan Moehammad Tsafioeddin I di Tanjung Muara Ulakan Lubuk Madung, pada tahun 1080 hijriah atau tahun 1687 masehi. Kerajaan ini mengalami masa jaya semasa diperintah oleh Soeltan Moehammad Tsafioeddin II. Cerita dari mulut ke mulut menyebut daerah ini kerap kedatangan kaum Bunian setelah salah seorang putra mahkotanya yang bernama Raden Sandi Braja menghilang secara misterius dan menjadi raja di kerajaan Bunian.
Menurut cerita, jenazah raden Sandi meninggal karena sakit yang tidak ada obatnya, dan kemudian jasadnya menghilang diambil kaum Bunian. Lalu Raden Sandi dijadikan raja kaum Bunian yang berpusat di Kecamatan Paloh. Peristiwa itu terjadi sebagai tebusan atas nyawa burung peliharaan sang Puteri Kebenaran (kaum Bunian) pada saat beliau berburu di hutan Paloh. Hanya saja, sejauh mana kebenaran cerita ini masih sulit dibuktikan.
Jembatan Sambas
Bagaimana dengan jembatan Sambas yang keramat itu? Benarkah jembatan ini tak mempan dibom oleh tentara Jepang? Pada tahun 1941, tanda-tanda berakhirnya pendudukan 3,5 abad tentara Belanda di nusantara mulai terlihat. Pasukan Jepang mulai terlihat memasuki kawasan nusantara dengan peralatan tempurnya. Termasuk daerah Kalimantan Barat. Pasukan Jepang memang berusaha keras mematahkan kekuatan Belanda yang ada di Kalimantan Barat termasuk Sambas. Salah satunya melumpuhkan sarana ekonomi dan transportasi darat, seperti jempatan.
Nah, negeri matahari terbit itu melihat jembatan Sambas sangat vital dan perlu dihancurkan untuk melumpuhkan kekuatan Belanda. Bulan Desember 1941, menjadi saksi bisu. Dengan melibatkan sekitar 27 pesawat tempurnya, tentara Jepang menyerang Angkatan Udara Belanda di Sanggau Ledo. Ternyata target serangan tersebut tidak saja untuk menghancurkan pangkalan Angkatan Udara Belanda, namun juga pada jembatan Sambas dan jalan raya yang menghubungkan kota Singkawang, Pemangkat dan Sambas serta Bengkayang.
Akan tetapi, keajaiban pun terlihat. Jembatan dan jalan yang dibangun oleh Sultan Moehammad Tsafioeddin II ini tak hancur sedikitpun. Padahal, bala tentara Jepang melihatnya telah hancur. Tak hanya itu. Muntahan peluru dan bom bak hujan lebat itu menerjang apa yang ada di bawahnya. Lucunya, hujan bom dan peluru itu justru jatuh di kawasan hutan belantara.
Padahal sebelumnya, tentara Jepang melihat kawasan yang berada di bawahnya itu merupakan kota yang sangat ramai dan megah. Menurut keterangan, itulah istana dari kerajaan Bunian yang terletak di Paloh. Tentu saja harapan Jepang meluluhlantakkan daerah Sambas tidak tercapai. Sebab lokasi yang dibom tersebut tiada lain hanyalah hutan belantara saja. Karena pengecohan ini kerajaan Sambas yang menjadi target sasaran penyerangan tetap berdiri dengan megahnya.
Sudah barang tentu, Sultan Moehammad Mulia Ibrahim Tsafioeddin, raja ke-15 kerajaan Sambas dan seluruh kawulanya aman dan selamat dari serangan itu. Dan hingga kini jembatan kokoh penghubung kota Sambas dan kota lainnya di Kalimantan Barat tetap berdiri. Ia menjadi saksi bisu sejarah kerajan Sambas. “Orang-orang Bunian akan selalu menjaga Sambas untuk selamanya. Percayalah tak akan ada satu orang pun yang bisa menghancurkan sambas, kecuali seizin Yang Maha Kuasa,” tutur Hasan, kuncen keraton Sambas.
“Sambas tok beh kote kramat. Sian ade yang sanggop nguasaek nye. (Sambas itu kota kramat, tidak akan ada yang bisa menguasainya),” tutur Hasan. Alhasil, baik Sambas maupun jembatan keramat itu masih kokoh berdiri hingga kini.
1 komentar:
Mohon di ralat bahwa jembatan itu tidak sepanjang 150 Km tp hanya sekira 50 m saja...
Juga bukan menghubungkan kota singkawang dan bengkayang tapi hanya menghubungkan antara daerah pasar dan istana (keraton)/ sungai Teberau...
Dan jembatan itu bukan satu-satunya ada satu lagi yang serupa yang menghubungkan sungai sambas kecil..
Mohon maaf atas ralat dari saya!!!
Posting Komentar