Memuat...
Pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan, kesulitan yang dialaminya sebagai seorang Mualaf adalah, bangun tidur untuk sahur. Namun Maryati (26 tahun), begitu ia biasa dipanggil, tetap ikhlas menjalankan ibadah wajib bagi umat Islam tersebut.
"Yang berat saat puasa pertama kali adalah bangun sahur, sampai aku pasrah, lebih baik tidak sahur saja. Tapi Alhamdulillah kuat, walaupun mulanya agak lemas. Setelah beberapa hari, baru terbiasa".
Ia mengaku, Ramadhan pertamanya hanya diisi dengan ibadah yang wajib saja, belum dilengkapi dengan ibadah sunah seperti sholat tarawih dan membaca al-Qur'an, sebab dirinya belum mempunyai kesempatan banyak untuk menimba ilmu tentang keislaman, dikarenakan kesibukannya yang harus bekerja selama 12 jam dalam sehari.
Tetapi setelah tiga tahun menjadi mualaf semuanya sudah dapat dilaksanakannya dengan baik.
"Saya syahadat Agustus tahun 2000, bulan November sudah puasa, dalam bulan puasa paling saya hanya mengerjakan sholat wajib saja, habis yang sunnah belum bisa, belum pernah ikut pengajian, ya baru belajar-belajar Iqro," papar wanita asal Provinsi Bangka-Belitung yang punya nama asli Kuan Nyun ini.
Maryati menyatakan selama dua tahun menjadi seorang muslim, ia belum bisa melaksanakan ibadah secara maksimal, tetapi setelah berhenti bekerja pada salah satu studio foto ternama di Jakarta dan kemudian menikah, Ia mulai mencari guru untuk memperdalam Islam.
Ia menuturkan, pada dasarnya agama Islam sudah dipelajarinya sejak di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sudah tidak asing baginya, sebab ayahnya pemeluk Islam, sedangkan Ia bersama Ibunya adalah pemeluk ajaran Khong Hu Cu.
"Saya sudah belajar puasa waktu disekolah tapi hanya sampai pulang sekolah, niatnya beda hanya sekedar ikut-ikutan," tandas ibu dari Muhammad Ja’far Shiddiq (4 tahun).
Maryati menyatakan, pada tahun pertama dan kedua menjadi pemeluk Islam, ia masih agak malas membaca al-Qur'an, karena belum lancar membacanya, namun setelah itu, Alhamdulillah, ia malah ketagihan membaca al-Qur'an.
"Sekarang, walaupun sedikit diusahakan membaca al-Qur'an. Saya dulu sempat berfikir orang Islam hebat juga ya, bisa membaca tulisan Arab," ungkap Maryati yang ketika sekolah sempat merasa kesulitan menghafal rakaat dalam shalat karena belum menjadi muslim.
Ia menceritakan, awal ketertarikannya pada Islam dikarenakan sering mempelajari agama Islam di sekolah, Ia pun pernah bermimpi ditolong oleh ulama dalam kondisi terjepit ditengah hutan karena dikejar-kejar oleh sekelompok penjahat.
"Percuma saja belajar Islam, puasa kalau tidak digunakan ya, gak dapat manfaatnya, dari situlah saya mantapkan menjadi seorang muslim," tutur Maryati yang sempat merasa sedih karena ejekan dari temannya, karena turut menjalankan puasa sebelum menjadi muslim.
Ia mengatakan, keteguhannya dalam agama Islam tidak mendapat tentangan keras dari orang tuanya, bahkan mendapat dukungan dari suaminya Muhammmad Ridwan yang menikahinya bukan setelah dirinya menjadi mualaf.
"Ibu hanya tidak setuju dengan jilbab saya, dan keluarga ibu juga sering memprotes kebiasaan yang saya lakukan, salah satunya memprotes panggilan anak Maryati terhadap ibunya, harus mengikuti kebiasaan mereka, jangan panggil Nenek harus Apho (yang dalam bahasa China Bangka berarti Nenek)," tandas anak dari pasangan Hatama Rasyid dan Djap Ngiam Loi.
Ia menginginkan, Ramadhan tahun ini bisa lebih meningkatkan keimanannya dan memperbanyak ibadah sunnah, serta senantiasa memohon doa kepada Allah agar keluarganya, terutama ibunya mendapat hidayah dari Allah sehingga bisa memeluk agama Islam. (novel/ln/eramuslim)
"Yang berat saat puasa pertama kali adalah bangun sahur, sampai aku pasrah, lebih baik tidak sahur saja. Tapi Alhamdulillah kuat, walaupun mulanya agak lemas. Setelah beberapa hari, baru terbiasa".
Ia mengaku, Ramadhan pertamanya hanya diisi dengan ibadah yang wajib saja, belum dilengkapi dengan ibadah sunah seperti sholat tarawih dan membaca al-Qur'an, sebab dirinya belum mempunyai kesempatan banyak untuk menimba ilmu tentang keislaman, dikarenakan kesibukannya yang harus bekerja selama 12 jam dalam sehari.
Tetapi setelah tiga tahun menjadi mualaf semuanya sudah dapat dilaksanakannya dengan baik.
"Saya syahadat Agustus tahun 2000, bulan November sudah puasa, dalam bulan puasa paling saya hanya mengerjakan sholat wajib saja, habis yang sunnah belum bisa, belum pernah ikut pengajian, ya baru belajar-belajar Iqro," papar wanita asal Provinsi Bangka-Belitung yang punya nama asli Kuan Nyun ini.
Maryati menyatakan selama dua tahun menjadi seorang muslim, ia belum bisa melaksanakan ibadah secara maksimal, tetapi setelah berhenti bekerja pada salah satu studio foto ternama di Jakarta dan kemudian menikah, Ia mulai mencari guru untuk memperdalam Islam.
Ia menuturkan, pada dasarnya agama Islam sudah dipelajarinya sejak di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sudah tidak asing baginya, sebab ayahnya pemeluk Islam, sedangkan Ia bersama Ibunya adalah pemeluk ajaran Khong Hu Cu.
"Saya sudah belajar puasa waktu disekolah tapi hanya sampai pulang sekolah, niatnya beda hanya sekedar ikut-ikutan," tandas ibu dari Muhammad Ja’far Shiddiq (4 tahun).
Maryati menyatakan, pada tahun pertama dan kedua menjadi pemeluk Islam, ia masih agak malas membaca al-Qur'an, karena belum lancar membacanya, namun setelah itu, Alhamdulillah, ia malah ketagihan membaca al-Qur'an.
"Sekarang, walaupun sedikit diusahakan membaca al-Qur'an. Saya dulu sempat berfikir orang Islam hebat juga ya, bisa membaca tulisan Arab," ungkap Maryati yang ketika sekolah sempat merasa kesulitan menghafal rakaat dalam shalat karena belum menjadi muslim.
Ia menceritakan, awal ketertarikannya pada Islam dikarenakan sering mempelajari agama Islam di sekolah, Ia pun pernah bermimpi ditolong oleh ulama dalam kondisi terjepit ditengah hutan karena dikejar-kejar oleh sekelompok penjahat.
"Percuma saja belajar Islam, puasa kalau tidak digunakan ya, gak dapat manfaatnya, dari situlah saya mantapkan menjadi seorang muslim," tutur Maryati yang sempat merasa sedih karena ejekan dari temannya, karena turut menjalankan puasa sebelum menjadi muslim.
Ia mengatakan, keteguhannya dalam agama Islam tidak mendapat tentangan keras dari orang tuanya, bahkan mendapat dukungan dari suaminya Muhammmad Ridwan yang menikahinya bukan setelah dirinya menjadi mualaf.
"Ibu hanya tidak setuju dengan jilbab saya, dan keluarga ibu juga sering memprotes kebiasaan yang saya lakukan, salah satunya memprotes panggilan anak Maryati terhadap ibunya, harus mengikuti kebiasaan mereka, jangan panggil Nenek harus Apho (yang dalam bahasa China Bangka berarti Nenek)," tandas anak dari pasangan Hatama Rasyid dan Djap Ngiam Loi.
Ia menginginkan, Ramadhan tahun ini bisa lebih meningkatkan keimanannya dan memperbanyak ibadah sunnah, serta senantiasa memohon doa kepada Allah agar keluarganya, terutama ibunya mendapat hidayah dari Allah sehingga bisa memeluk agama Islam. (novel/ln/eramuslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar