Keong Emas

Memuat...
Pada jaman dulu tersebutlah sebuah kerajaan besar di daerah Jawa Timur bernama Daha. Kerajaan ini dipimpin oleh Raja Kertamarta dengan permaisurinya Diah Prameswari. Mereka dikaruniai dua orang putri yang sangat cantik. Yang sulung bernama Dewi Galuh Ajeng Sari dan adiknya bernama Dewi Galuh Candra Kirana.


Kecantikan dua orang putri Kerajaan Daha ini tersebar ke seantero negeri bahkan sampai ke kerajaan kerajaan tetangga. Banyak lamaran yang datang untuk keduanya. Seperti halnya hari itu, Raja Kertamarta menerima kedatangan putra mahkota Kerajaan Kahuripan bernama Raden Panji Inu Kertapati yang ditemani pengawal setianya Danaswala.


Raden Panji Inu Kertapati merupakan putra mahkota Kerajaan Kahuripan. Kelak ia akan menjadi Raja Kahuripan jika ayahandanya mangkat atau mengundurkan diri. Karena itulah Raja Kertamarta dan Permaisuri Diah Prameswari menyambut baik pinangan Raden Panji Inu Kertapati atas putri mereka. Bukankan hal itu berarti salah satu putri mereka kelak akan menjadi permaisuri Kerajaan Kahuripan ?


Dewi Galuh Ajeng Sari sebagai putri tertua merasa yakin bahwa dirinyalah yang akan dipinang oleh Raden Panji Inu Kertapati. Demikian juga dengan Permaisuri Diah Prameswari. Ia juga yakin kalau Raden Panji Inu Kertapati akan melamar putri sulungnya. Namun tidak demikian halnya dengan Raja Kertamarta. Dari tatapan mata Raden Panji Inu Kertapati atas kedua putrinya, ia justru menilai Raden Panji Inu Kertapati jatuh cinta terhadap putri bungsunya Dewi Galuh Candra Kirana.


Untuk memastikan siapakah putri pilihan Raden Panji Inu Kertapati, Raja Kertamarta langsung bertanya “Siapakah putri pilihanmu Raden ? Dewi Galuh Ajeng Sarikah ? atau Dewi Galuh Candra Kirana ?”. Setelah memilih kata kata yang dianggapnya baik, Raden Panji Inu Kertapati menjawab “hamba mohon maaf jika ada yang tersinggung paduka.. hamba meminang Dewi Galuh Candra Kirana untuk menjadi istri hamba..”.


Benar rupanya dugaan Raja Kertamarta. Ia dan istrinya senang sekali dan menerima pinangan Raden Panji Inu Kertapati. Dewi Galuh Candra Kiranapun tak kalah senangnya. Hatinya sangat gembira. Ia tak menyangka Raden Panji Inu Kertapati yang berwajah tampan dan pewaris tahta Kerajaan Kahuripan akan memilih dirinya ketimbang kakaknya. Walaupun demikian, Dewi Galuh Candra Kirana tidak mau terlalu menampakkan rasa senangnya. Selain hal itu tidak layak, ia juga takut Dewi Galuh Ajeng Sari tersinggung. Bukankah lazimnya Raden Panji Inu Kertapati melamar kakaknya ? apalagi ia tau pasti kalau Dewi Galuh Ajeng Sari sangat ingin dipersunting Raden Panji Inu Kertapati.


Tak mau membuang waktu, malam itu juga Raja Kertamarta menggelar pesta pertunangan Dewi Galuh Candra Kirana dan Raden Panji Inu Kertapati. Seluruh warga Daha diundang ke istana. Pesta berlangsung sangat meriah. Penduduk Kerajaan Daha juga merasa senang karena putri bungsu kerajaan yang cantik dan terkenal santun itu akan dipersunting seorang pangeran tampan kerajaan tetangga. Tiada habisnya mereka mengagumi sepasang calon mempelai yang terlihat sangat serasi itu.


Sukacita yang melingkupi kerajaan Daha rupanya tidak dirasakan oleh Dewi Galuh Ajeng Sari. Ia merasa sakit hati Raden Panji Inu Kertapati tidak memilih dirinya. ‘Apa sih kelebihan Candra Kirana”, pikirnya kesal. Tabiatnya yang selalu mau menang sendiri membuat dirinya tidak rela menyaksikan kebahagiaan Dewi Galuh Candra Kirana. Rasa iri yang sangat menimbulkan niat jahat di hatinya. Ia ingin melenyapkan adik kandungnya itu.


Ditengah berlangsungnya pesta, diam diam Dewi Galuh Ajeng Sari meninggalkan istana. Ia menunggang kudanya membelah malam menuju Hutan Dumeling. Tujuannya satu. Ia ingin menemui Nyi Teluh Upaksi, ahli tenung yang terkenal sangat sakti. Dewi Galuh Ajeng Sari sangat yakin, hanya Nyi Teluh Upaksi yang mampu mewujudkan rencana jahatnya.


Nyi Teluh Upaksi yang berumah di tengah Hutan Dumeling merasa senang menerima kedatangan seorang putri kerajaan. Ia mahfum kalau sang putri membutuhkan bantuannya. Setelah beristirahat sejenak, Dewi Galuh Ajeng Sari menceritakan maksud kedatangannya kepada Nyi Teluh Upaksi. Dengan seksama perempuan paruh baya yang kelihatan seram itu mendengarkan tutur kata tamunya.


“Jangan khawatir Gusti Ayu”, kata Nyi Teluh Upaksi dengan suara parau, “hamba akan membantu melenyapkan adik Gusti Ayu tanpa diketahui oleh siapapun”. Dewi Galuh Ajeng Sari keberatan ketika Nyi Teluh Upaksi menawarkan untuk membunuh Dewi Galuh Candra Kirana. Ia hanya ingin adiknya itu menghilang dari kerajaan Daha. Dengan cara begitu dirinya berharap pelan pelan akan dapat menarik simpati Raden Panji Inu Kertapati. Jika rencananya berjalan lancar, tercapailah keinginannya dipersunting Pangeran Kerajaan Kahuripan itu.


Setelah menyusun rencana bersama Nyi Teluh Upaksi, pulanglah Dewi Galuh Ajeng Sari ke Kerajaan Daha. Penghuni kerajaan yang tertidur lelah setelah berpesta semalaman tidak mengetahui kepulangannya. Diam diam Dewi Galuh Ajeng Sari menyelinap ke kamarnya. Rasa lelah yang menyerangnya setelah berkuda semalaman tidak ia hiraukan.


Tiba di kamarnya yang mewah, Dewi Galuh Ajeng Sari mengeluarkan kendi yang dibawanya dari rumah Nyi Teluh Upaksi. Tiba tiba keluar asap hitam dari mulut kendi yang segera berubah wujud menjadi Nyi Teluh Upaksi. “Mari kita ke kamar Candra Kirana sekarang”, ajak Nyi Teluh Upaksi. Ia melihat keraguan di wajah Dewi Galuh Ajeng Sari. “Gusti Ayu jangan takut”, ujarnya,” seluruh penghuni kerajaan ini telah hamba buat tertidur lelap. Mereka tidak akan bangun sebelum urusan kita selesai”, tambahnya.


Dewi Galuh Candra Kirana tertidur lelap ketika Nyi Teluh Upaksi dan kakaknya tiba di kamarnya. Sinar kebahagiaan terlihat diwajahnya yang cantik. Dengan ilmu sihirnya Nyi Teluh Upaksi membuat wujud Dewi Galuh Candra Kirana berubah menjadi seekor keong berwarna emas. Dewi Galuh Ajeng Sari menatap Nyi Teluh Upaksi dan berkata “akan kau apakan keong mas itu ? apa ia bisa kembali menjadi Candra Kirana ?”, tanyanya ingin tau. “Tenang Gusti Ayu”, katanya seraya mengambil keong mas dan meletakkannya di telapak tangannya. “Hamba akan membawa keong mas ini dan membuangnya di tempat yang sangat jauh. Dengan begitu rasanya mustahil keong mas ini dapat bertemu Raden Panji Inu Kertapati “, ujar Nyi Teluh Upaksi meyakinkan Dewi Galuh Ajeng Sari. “Keong mas ini dapat kembali menjadi Candra Kirana jika ia bertemu calon suaminya itu”, suara Nyi Teluh Upaksi terdengar puas. Ia bangga ilmu sihirnya dipercaya oleh seorang putri kerajaan.


Hari menjelang subuh ketika Nyi Teluh Upaksi meninggalkan istana dengan membawa keong mas yang tak lain adalah Dewi Galuh Candra Kirana. Ia menuju ke Jurang Terbil, sebuah jurang yang sangat tinggi dengan air terjun yang meluncur deras nun jauh dipinggir Hutan Dumeling. Nyi Teluh Upaksi membuang sang keong mas disana. Ia berharap keong mas itu segera mati begitu terhempas di dasar jurang.


Kerajaan Daha gempar dengan menghilangnya Dewi Galuh Candra Kirana. Tak seorangpun tahu kemana perginya sang putri. Untuk menutupi kejahatannya, Dewi Galuh Ajeng Sari berpura pura sedih atas hilangnya sang adik. Raja Kertamarta segera memerintahkan seluruh pasukannya untuk mencari Dewi Galuh Candra Kirana. Seluruh pelosok kerajaan telah dijelajahi namun putri cantik itu tak jua ditemukan.


Sementara itu keong mas bernasib mujur. Air terjun Jurang Terbil malah membawanya masuk ke dalam Sungai Weningan yang terletak di Desa Kemlawe. Pagi itu ada seorang wanita tua penduduk desa yang sedang menjala ikan. Namanya Mbok Jomplang. Tak sengaja keong mas tersangkut di jala Mbok Jomplang.


Sampai menunggu setengah hari, Mbok Jomplang tidak mendapat seekor ikanpun. Matahari yang bersinar sangat terik membuat dirinya lelah. Akhirnya Mbok Jomplang memutuskan untuk pulang. Ketika Ia menarik jalanya, Mbok Jomplang kaget melihat seekor keong berwarna emas tersangkut disana. “Keong apa ini ?”, tanyanya dalam hati. Ia mengamati keong itu sejenak. “Ah sudahlah, kubawa pulang saja keong ini. Manatau keong ini membawa keberuntungan buatku”, putusnya sambil melepaskan keong mas dari jala ikannya.


Mbok Jomplang berjalan pulang dengan menahan rasa lapar. Begitu sampai di rumahnya yang sangat sederhana, Mbok Jomplang segera mengisi tempayan miliknya dengan air. Ia menyimpan keong mas yang ditemukannya barusan disana. Setelah itu Mbok Jomplang makan siang dengan lauk seadanya. Dirinya yang seorang janda dan tidak mempunyai anak serta sanak saudara, jauh dari kecukupan. Pekerjaannya hanya menjala ikan untuk dimakan sendiri. Jika hasil tangkapannya berlebih barulah ia bisa menjualnya ke pasar.


Keesokan paginya Mbok Jomplang pergi ke Sungai Weningan seperti biasa. Lagi lagi nasib sial menghampirinya. Tidak seekor ikanpun ia dapatkan. Setelah menunggu sampai matahari di atas kepala, akhirnya Mbok Jomplang pulang. “Jangan jangan keong mas itu pertanda buruk untukku”, pikirnya sambil melangkah pelan. Perutnya yang perih membuatnya tidak mampu berjalan cepat.


Ketika sampai di depan rumahnya, Mbok Jomplang mencium bau masakan yang lezat. “Mungkin bau masakan tetangga”, duganya sambil melangkah masuk. Alangkah terkejutnya Mbok Jomplang ketika matanya tertuju ke meja makan sederhana miliknya. Berbagai makanan yang kelihatan lezat tersaji disana. Mbok Jomplang mengusap usap matanya. Ia mengira dirinya sedang bermimpi. Setelah tertegun beberapa saat akhirnya Mbok Jomplang makan dengan lahapnya. Perutnya yang lapar membuatnya lupa sejenak akan rasa herannya.


Hari hari berikutnya dilalui Mbok Jomplang dengan keanehan yang sama. Tidak seekor ikanpun ia dapatkan ketika pergi menjala ke Sungai Weningan. Namun demikian dirinya tidak pernah kelaparan. Selalu saja tersedia aneka masakan lezat di meja makannya ketika ia pulang.


Lama lama rasa penasaran menghantui Mbok Jomplang. Ia ingin sekali mengetahui siapa gerangan yang telah menyediakan semua masakan itu untuknya. Suatu siang Mbok Jomplang pulang ke rumah dengan mengendap endap. Ia tidak mau masuk ke rumahnya lewat pintu depan seperti biasanya. Dengan sangat perlahan Mbok Jomplang masuk lewat pintu belakang.


Mbok Jomplang terperanjat melihat sosok seorang wanita cantik yang berada di dapurnya. Demikian juga dengan wanita itu yang tak lain adalah Dewi Galuh Candra Kirana. Setelah saling pandang beberapa saat, Mbok Jomplang bertanya “Siapa engkau ? darimana asalmu ? bagaimana kau bisa ada di rumahku ?”. Rasa heran membuatnya bertanya bertubi tubi.


Dewi Galuh Candra Kirana menceritakan kejadian buruk yang menimpanya. Mbok Jomplang semula ragu akan cerita yang didengarnya. Tapi setelah Dewi Galuh Candra Kirana menceritakan bahwa semua masakan lezat yang tersaji untuknya selama ini merupakan hasil aji penyirup yang dimilikinya, barulah Mbok Jomplang percaya. “Ayahanda membekaliku aji pengirup agar aku bisa memindahkan masakan dari istana ke tempat dimana aku berada”, kata sang putri. Mbok Jomplang serasa bermimpi. Ia tidak menyangka akan bertemu putri Kerajaan Daha dengan cara seperti ini.


Untuk membalas kebaikan hati sang putri, Mbok Jomplang bertekad untuk mempertemukan sang putri yang sekarang berwujud keong mas dengan Raden Panji Inu Kertapati. Hanya itulah satu satunya jalan sebagaimana diceritakan sang putri kepadanya. Mbok Jomplang merasa sedih ketika Dewi Galuh Candra Kirana berubah wujud kembali menjadi keong mas yang berdiam di tempayannya. Perubahan wujudnya yang sementara bisa terjadi atas ijin Yang Mahakuasa.


Nun jauh di Kerajaan Kahuripan, Pangeran Raden Panji Inu Kertapati terusik oleh mimpinya semalam. Ia memanggil pengawal setianya Danaswala dan menceritakan mimpinya kehilangan cincin pemberian Candra Kirana. Danaswala menganggap mimpi Raden Panji Inu Kertapati sebagai pertanda akan suatu kejadian buruk . Sang Pangeran setuju atas usul Danaswala untuk segera berangkat ke Kerajaan Daha.


Begitu sampai di Kerajaan Daha, terjawablah sudah arti mimpi Raden Panji Inu Kertapati. Walaupun sangat terkejut dan sedih begitu mengetahui calon istrinya menghilang entah kemana, ia berusaha tegar. Raden Panji Inu Kertapati yakin Dewi Galuh Candra Kirana masih hidup. Oleh karenanya, atas ijin Raja Kertamarta, sang pangeran bersama Danaswala akan mencari Dewi Galuh Candra Kirana.


Ditengah perjalanan, Raden Panji Inu Kertapati mengusulkan agar dirinya dan Danaswala berpencar. Ia meminta Danaswala untuk melakukan pencarian kearah barat sementara dirinya meneruskan perjalanan kea rah Hutan Dumeling. Entah kenapa kata hatinya menyuruhnya untuk masuk ke hutan yang terkenal angker itu.


Karena banyaknya akar pohon besar yang malang melintang di dalam Hutan Dumeling, tak sengaja kaki kuda Raden Panji Inu Kertapati tersandung. Sang Pangeran dan kudanya jatuh tersungkur dengan keras. Raden Panji Inu Kertapati selamat sedangkan kudanya tergeletak dalam keadaan tak bernyawa. Walau tanpa kuda tunggangan lagi, cintanya yang besar terhadap Dewi Galuh Candra Kirana membuat Raden Panji Inu Kertapati bertekad meneruskan perjalanannya memasuki Hutan Dumeling.


Kondisi hutan yang gelap dan tak tahu arah membuat Raden Panji Inu Kertapati hanya berputar putar di dalam hutan. Karena badannya yang lelah tanpa sengaja iapun tertidur di bawah sebuah pohon. Setelah beberapa lama Sang Pangeran tertidur, ia dibangunkan oleh suara gagak hitam sedang berbicara layaknya manusia yang terdengar sayup sayup dari kejauhan.


Raden Panji Inu Kertapati memasang telinganya mendengarkan baik baik apa yang dibicarakan gagak hitam itu. Aneh sekali, rupanya gagak hitam itu sedang menceritakan kisah cintanya dengan Dewi Galuh Candra Kirana. “Bagaimana dia bisa tahu semua ini ?”, gumam Raden Panji Inu Kertapati. Karena penasaran, Raden Panji Inu Kertapati berjalan mencari dimana gagak hitam berada.


Setelah berjalan sebentar, Raden Panji Inu Kertapati menemukan si gagak hitam sedang bertengger di dahan sebuah pohon. “Kau bisa berbicara gagak hitam ?”, tanyanya antusias. Gagak hitam menjawab “tentu saja, bahkan aku bisa menolongmu menemukan Candra Kirana”, ujarnya yakin. Raden Panji Inu Kertapati merasa sangat gembira. Ia tak menyangka menemukan seekor burung ajaib yang sanggup menolongnya.


Raden Panji Inu Kertapati mengikuti gagak hitam yang menuntun jalannya menuju Jurang Terbil. Gagak hitam mengaku pernah melihat Dewi Galuh Candra Kirana berdiri di pinggir jurang itu. Melihat air terjun yang sangat deras, Raden Panji Inu Kertapati merasa dirinya lemas seketika. “Kau yakin Candra Kirana kemari ?”, tanyanya pada gagak hitam. “Kalau memang benar, pastilah calon istriku itu sudah mati “, gumamnya. Karena rasa putus asa yang menderanya, Sang Pangeran berniat bunuh diri.


“Jangan lakukan itu Raden !”, kata gagak hitam.”Bukankah ada Ajeng Sari yang bisa menggantikan Candra Kirana ?”, tambahnya. Bujukan gagak hitam kelihatannya tidak mampu membuat Raden Panji Inu Kertapati mengurungkan niatnya. Ia terus berjalan menuju bibir jurang.


Tiba tiba muncul seorang kakek berpakaian putih dan berteriak lantang “Hentikan langkahmu Raden ! Kau telah tertipu oleh gagak hitam ini. Candra Kirana masih hidup. Ia ada di suatu tempat”. Raden Panji Inu Kertapati terkejut. “Siapakah kau Pak Tua ?’, tanyanya heran. “Aku Ki Seblakwisa”, kata sang kakek sambil melemparkan tongkatnya kearah gagak hitam. Seketika itu juga gagak hitam berubah wujud menjadi Nyi Teluh Upaksi.


“Inilah Nyi Teluh Upaksi. Dia menyamar menjadi seekor gagak hitam untuk mengelabuimu”, ujar Ki Seblakwisa. Kakek sakti itu memberitahu Raden Panji Inu Kertapati apa yang sesungguhnya terjadi. Nyi Teluh Upaksi sangat marah mendengarkan cerita Ki Seblakwisa. Ia memasang kuda kuda untuk menyerang sang kakek. Nasib naas menimpanya. Kakinya terpeleset di bibir jurang. Tak ayal tubuh Nyi Teluh Upaksi jatuh terhempas di dasar Jurang Terbil dan mati seketika.


Atas petunjuk Ki Seblakwisa, Raden Panji Inu Kertapati meneruskan perjalanannya kearah timur. Disanalah ia akan bertemu dengan Dewi Galuh Candra Kirana yang sekarang berwujud seekor keong mas. Ketika menoleh ke belakang, Raden Panji Inu Kertapati tidak melihat Ki Seblakwisa lagi. Kakek sakti itu telah menghilang.


Perjalanan Raden Panji Inu Kertapati membawanya tiba di pasar Desa Kemlawe. Percakapannya dengan seorang penjual ikan tak sengaja di dengar oleh Mbok Jomplang yang kebetulan sedang berada disana. “Inilah Raden Panji Inu Kertapati”, ujarnya dalam hati sambil memandang tak percaya kearah sang pangeran. Ia mendengar sendiri kalo orang asing itu menanyakan Candra Kirana. “Mungkin inilah petunjuk Yang Mahakuasa”, pikirnya lagi. Tanpa ragu, Mbok Jomplang segera menghampiri Raden Panji Inu Kertapati dan memperkenalkan diri. Tak lama kemudian Mbok Jomplang mengajak sang pangeran ke rumahnya.


Begitu sampai di rumah Mbok Jomplang, Raden Panji Inu Kertapati memasuki rumah itu dengan hati berdebar. Ia berusaha menahan keinginannya yang begitu menggebu untuk berjumpa dengan Dewi Galuh Candra Kirana. Ia duduk di teras rumah menunggu Mbok Jomplang mengambil keong mas dari tempayan.


“Inilah Candra Kirana”, kata Mbok Jomplang sambil menyerahkan keong mas ke tangan Raden Panji Inu Kertapati. Sang pangeran mengambil keong mas itu dan mengamatinya sesaat. “Silahkan Raden meletakkannya di tanah”, kata Mbok Jomplang lagi. Raden Panji Inu Kertapati meletakkan keong mas itu dengan hati hati di tanah. Benar saja, keong mas itu berubah wujud menjadi Dewi Galuh Candra Kirana. Sihir Nyi Teluh Upaksi telah sirna selamanya. Syarat yang ditentukannya telah terpenuhi. Atas ijin Yang Mahakuasa, keong mas dapat bertemu dengan Raden Panji Inu Kertapati.


Setelah melepas rindu, Raden Panji Inu Kertapati dan Dewi Galuh Candra Kirana memutuskan untuk segera kembali ke istana Kerajaan Daha. Mereka membawa serta Mbok Jomplang. Mereka menganggap Mbok Jomplang merupakan kepanjangan tangan Yang Mahakuasa untuk menolong mereka.


Tak terlukiskan kebahagiaan Raja Kertamarta dan Permaisuri Diah Prameswari. Mereka menyambut kedatangan putri bungsu yang menghilang sekian lama dengan rasa sukacita. Segera saja Raja Kertamarta memerintahkan untuk menyelenggarakan pesta besar malam harinya dengan mengundang seluruh warga kerajaan. Semua larut dalam suasana kebahagiaan.


Lagi lagi sukacita yang melingkupi Kerajaan Daha tidak dirasakan oleh Dewi Galuh Ajeng Sari. Kali ini dia bukan hanya iri terhadap adiknya, tapi dia juga takut kejahatannya terbongkar. Tanpa membuang waktu lagi, Dewi Galuh Ajeng Sari diam diam meninggalkan istana. Meriahnya pesta yang tengah berlangsung tidak membuat seorangpun menyadari kepergiannya.


Dewi Galuh Ajeng Sari menunggang kudanya berlari cepat menuju Hutan Dumeling. Tujuannya Cuma satu, Nyi Teluh Upaksi. Dirinya bermaksud meminta bantuan tukang tenung itu lagi untuk membunuh Dewi Galuh Candra Kirana. Dia ingin adiknya itu lenyap selamanya. Dengan begitu bukan hanya kejahatannya yang tertutupi, keinginannya untuk dipersunting Raden Panji Inu Kertapatipun akan segera terwujud.


Begitu sampai di rumah Nyi Teluh Upaksi, Dewi Galuh Ajeng Sari mendapati rumah itu kosong. Dia berpikir Nyi Teluh Upaksi sedang pergi untuk suatu urusan. Karena lelah menempuh perjalanan yang cukup jauh akhirnya Dewi Galuh Ajeng Sari tertidur. Ketika ia bangun, hari sudah pagi. Nyi Teluh Upaksi belum juga kembali.


Di tengah kebingungannya, tiba tiba sebuah keris milik Nyi Teluh Upaksi berbicara kepada Dewi Galuh Ajeng Sari. “Segeralah kau pergi ke Jurang Terbil, Nyi Teluh Upaksi menunggumu disana”. Dewi Galuh Ajeng Sari segera meninggalkan rumah Nyi Teluh Upaksi dan menunggang kudanya dengan kecepatan tinggi menuju Jurang Terbil. Hatinya sudah tidak sabar untuk menemui ahli tenung itu.


Tak berapa lama kemudian sampailah Dewi Galuh Ajeng Sari di pinggir Jurang Terbil. Tak ada seorangpun yang ditemuinya disana. Ia turun dari kudanya seraya matanya terus mencari sosok Nyi Teluh Upaksi. Lamat lamat ia mendengar sebuah suara diantara gemuruhnya air terjun Jurang Terbil. “Aku disini”, terdengar suara Nyi Teluh Upaksi. “Dimana kau Nyi Teluh Upaksi ?”, teriak Dewi Galuh Ajeng Sari penasaran. “Aku disini”, terdengar lagi suara Nyi Teluh Upaksi. “Dimana kau ?”, teriak Dewi Galuh Ajeng Sari sambil terus mencari. “Aku disini. Didasar jurang”, suara Nyi Teluh Upaksi terdengar sangat jelas. Dewi Galuh Ajeng Sari berjalan ke bibir Jurang Terbil. Dia bermaksud melihat ke dasar jurang. Sayang nasib naas menimpanya. Batu tempatnya berpijak sangat licin. Dewi Galuh Ajeng Sari terpeleset. Tubuhnya limbung dan kemudian jatuh ke dalam jurang. Putri raja yang berhati jahat itu terhempas ke dasar jurang dan menemui ajalnya disana.

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer