Memuat...
Beratus tahun yang lalu di daerah Jogjakarta, tinggallah sebuah keluarga di tepi hutan. Keluarga dengan tiga orang anggota ini tergolong miskin. Tempat tinggal mereka hanyalah sebuah rumah kecil yang sudah sangat usang. Mereka masih bersyukur karena rumah itu tidak roboh ketika hujan deras ataupun angin kencang.
Keluarga ini memiliki seorang anak perempuan bernama Yekyek Itel. Nasib malang menimpanya ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Akibatnya Yekyek Itel harus hidup dengan ayahnya dan ibu tiri yang dinikahi ayahnya ketika ia masih bayi. Sang ibu tiri tidak pernah menyayangi Yekyek Itel. Ia hanya terlihat baik ketika suaminya di rumah. Selebihnya Yekyek Itel seringkali dipukuli bahkan tidak diberi makan.
Walaupun masih kecil, Yekyek Itel diharuskan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga oleh ibu tirinya. Membersihkan rumah, mencuci baju, bahkan mencari kayu bakar merupakan tugasnya sehari hari. Jika salah sedikit saja, caci maki akan terlontar dari mulut ibu tirinya. Yekyek Itel tidak pernah menceritakan hal ini kepada ayahnya. Ibu tirinya mengancam akan menyiksanya jika ia bicara. Herannya, sang ayahpun tidak memperhatikan kondisi anaknya yang terlihat semakin kurus.
Pada suatu pagi, ibu tiri Yekyek Itel melaksanakan niat jahatnya untuk menyingkirkan Yekyek Itel. Begitu suaminya pergi berladang, ia menyuruh Yekyek Itel mencari pare ular ke dalam hutan. Ia berpikir jika anak sekecil Yekyek Itel masuk ke dalam hutan, pastilah habis dimangsa binatang buas. Meski tidak tahu pasti seperti apa bentuk pare ular, Yekyek Itel takut untuk bertanya. Ia menuruti saja perintah ibu tirinya.
Ketika memasuki hutan, Yekyek Itel berjalan perlahan karena banyak sekali semak belukar yang menghalangi langkahnya. Walaupun sudah hati hati, tak pelak tangan, kaki, dan wajahnya penuh luka goresan ketika Yekyek Itel berjalan merunduk sambil mencari cari pare ular. Ia terus saja mencari tapi belum menemukan sesuatu yang menurutnya pare ular seperti yang dimaksud ibu tirinya.
Tiba tiba Yekyek Itel mendengar sebuah suara yang menyapanya. “Sedang apa kau gadis cilik ? apa kau mencari sesuatu ?” Suara itu berasal dari balik pepohonan. Yekyek Itel terkejut, ia segera membalas sapaan itu. “Ya, aku sedang mencari pare ular untuk dimasak ibuku. Aku tidak tahu seperti apa pare ular itu. Yang pasti ibuku menyuruhku membawa pulang pare ular yang paling besar yang kutemui”, kata Yekyek Itel menjelaskan. Ia berharap, pemilik suara itu mau menolongnya menemukan pare ular.
Yekyek Itel menunggu jawaban. Ia melihat semak semak yang tumbuh dibawah pepohonan di depannya mulai bergerak. Yekyek Itel tidak mampu berkata kata ketika melihat seekor ular yang sangat besar muncul dihadapannya. Ular itu memiliki tubuh sebesar batang pohon kelapa yang sangat panjang. “Siapa namamu ?’, tanya sang ular yang bisa bicara itu. Yekyek Itel berusaha tetap tenang. Ia menjawab dengan suara pelan “Namaku Yekyek Itel, aku tinggal di tepi hutan ini”.
Sang ular menatap Yekyek Itel dengan tatapan iba. Dilihatnya wajah Yekyek Itel yang bercucuran keringat dan tubuh kurusnya yang kelelahan. “Akulah pare ular yang paling besar di hutan ini”, kata sang ular. “Bawalah aku pulang untuk dimasak ibumu”, lanjutnya lagi sambil lidahnya mengeluarkan suara berdesis. Yekyek Itel gembira sekaligus bingung mendengar jawaban sang ular. Ia gembira karena telah menemukan pare ular paling besar seperti yang diperintahkan ibunya, tapi Yekyek Itel bingung bagaimana membawa pulang ular sebesar itu.
“Kau tidak usah bingung”, tegur sang ular yang dapat membaca pikiran Yekyek Itel. “Kau tidak perlu menggendongku. Aku tidak akan kabur. Percayalah, kita berjalan saja beriringan menuju rumahmu”, lanjut sang ular sambil mulai bergerak mengarah keluar hutan. Yekyek Itel berjalan disamping sang ular. Ia berharap semoga sang ular menepati janji.
Yekyek Itel berjalan beriringan dengan sang ular menuju ke rumahnya. Hari sudah siang ketika Yekyek Itel menyadari ia belum makan dan minum hari itu. Tubuhnya terasa lemas. Ketika tiba di depan sebuah ladang mentimun, sang ular menyarankan Yekyek Itel agar ia berhenti sejenak sambil makan sebuah mentimun. Yekyek Itel setuju. Ia segera memetik sebuah mentimun dan mulai memakannya. Rasa hausnya seketika hilang.
Yekyek Itel teringat akan ibu tirinya. Khawatir terlambat pulang, Yekyek Itel mengajak sang ular untuk meneruskan perjalanan ke rumahnya. Sang ular mengusulkan agar Yekyel Itel naik saja di punggungnya. Ia tak tega jika gadis cilik itu harus berjalan lagi menuju rumahnya yang masih cukup jauh. Yekyek Itel menaiki punggung sang ular tanpa ragu. Hati kecilnya mengatakan ular itu sungguh baik kepadanya.
Ketika Yekyek Itel dan sang ular mulai memasuki desa, banyak penduduk yang terkesima melihatnya. Para penduduk yang berpapasan dengan mereka kagum sekaligus ngeri melihat Yekyek Itel menaiki punggung seekor ular raksasa tanpa rasa takut. Mereka juga bingung bagaimana ceritanya sampai Yekyek Itel menemukan ular raksasa yang sekarang sedang merayap menuju ke rumahnya itu.
Ibu tiri Yekyek Itel yang sedang berada di halaman sangat terkejut melihat Yekyek Itel pulang dengan menaiki punggung seekor ular raksasa. Keinginannya agar Yekyek Itel tewas dimakan binatang buas di dalam hutan rupanya tak kesampaian. Bahkan kini, anak itu pulang membawa seekor ular raksasa. Tanpa berpikir panjang ia segera lari masuk ke dalam rumah dan mengambil sebuah parang.
Begitu sang ular dan Yekyek Itel tiba di halaman rumah, Yekyek Itel terkejut melihat kedatangan ibu tirinya yang mengacungkan parang ke arah sang ular. Yekyek Itel segera turun dari punggung sang ular dan berlari menghampiri ibu tirinya. “Ini temanku Bu, ia ular yang baik, aku mohon ibu jangan membunuhnya”, ujar Yekyek Itel sambil berusaha memegang baju ibu tirinya agar tak beranjak menghampiri sang ular.
Ibu tiri Yekyek Itel tak menggubris permintaan Yekyek Itel. Ia berlari sambil mengacungkan parang guna menebas leher sang ular. Sang Ular sangat gesit. Dalam sekejap ia langsung menghindar dan menelan ibu tiri Yekyel Itel hidup hidup. Suaminya yang baru pulang dari ladang sangat panik melihat kejadian itu. Tanpa berpikir panjang ia langsung menyerang sang ular dengan belati yang dibawanya. Nasib naas juga menimpanya. Alih alih membunuh sang ular, justru dirinyalah yang ditelan hidup hidup oleh sang ular.
Yekyek Itel terdiam di tempatnya menyaksikan kejadian itu. Orang tuanya kini telah tiada. Ada rasa sedih melingkupi hatinya ketika menyadari hal itu. Biar bagaimanapun, kedua orang yang ditelan sang ular adalah keluarganya di bumi ini. Ia tak memiliki sanak keluarga lainnya.
Ketika Yekyek Itel hendak beranjak masuk ke dalam rumah, ia mendengar sang ular berkata. “ikutlah denganku Yekyek Itel. Kau sudah cukup menderita selama ini. Aku akan memberimu kebahagiaan’, kata sang ular perlahan. Melihat kesungguhan sang ular, Yekyek Itel menuruti permintaannya. Ia mengikuti sang ular kembali ke hutan. Yekyek Itel berpikir ia pasti akan mengalami kesusahan jika hidup sendiri di rumahnya yang reot.
Hari berganti hari, waktu berjalan dengan sangat cepat. Tak terasa telah bertahun tahun Yekyek Itel hidup di hutan bersama sang ular. Kini Yekyek Itel telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Pada suatu hari , Yekyek Itel merasa sang ular menghilang. Ia tidak bertemu sang ular dari bangun tidur sampai hari menjelang sore. Ketika kebingungan mulai melandanya, tiba tiba ia dikejutkan oleh seorang pemuda tampan yang berdiri di hadapannya.
“Siapa kau ?’, tanya Yekyek Itel heran. “Darimana asalmu ? Kenapa kau tiba tiba ada dihadapnku ?”, tanyanya lagi. Yekyek Itel menatap pemuda tampan itu dengan seksama. Penampilannya seperti seorang pangeran. “Akulah sang ular yang bersamamu selama ini Yekyek Itel”, jawab sang pemuda perlahan sambil memandang Yekyek Itel. “Seorang penyihir yang merupakan musuh ayahku telah menyihirku menjadi seekor ular. Setelah bertahun tahun, akhirnya pengaruh sihir itu hilang. Sekarang aku telah kembali ke wujud asalku”, tambahnya lagi berusaha meyakinkan Yekyek Itel.
Semula Yekyek Itel ragu akan penjelasan pemuda itu. Keraguannya mulai hilang ketika sang pemuda menceritakan kembali saat pertama mereka bertemu ketika Yekyek Itel mencari pare ular di hutan. Ia juga bercerita bahwa dirinya telah menelan ayah dan ibu tiri Yekyek Itel ketika masih berwujud seekor ular raksasa. Ceritanya yang lengkap akhirnya membuat Yekyek Itel percaya pada pemuda itu.
Keesokan harinya, sang pemuda mengajak Yekyek Itel untuk menemui keluarganya. Yekyek Itel sama sekali tak menyangka bahwa sang pemuda adalah seorang pangeran. Raja dan Ratu yang tak menyangka sang pangeran akan kembali begitu bahagia bertemu lagi dengan putra mereka. Raja dan Ratu juga sangat berterima kasih pada Yekyek Itel yang bersedia menemani putranya di tengah hutan walaupun berwujud seekor ular. Mereka setuju ketika sang pangeran mengutarakan niatnya untuk menikahi Yekyek Itel.
Pesta besar segera digelar. Seluruh penduduk negeri diundang. Semua sangat gembira menyaksikan pangeran telah kembali dan memperoleh seorang istri yang cantik.
Yekyek Itel hidup bahagia dengan sang pangeran. Ketika raja mangkat, sang pangeran naik tahta menggantikan sang raja. Yekyek Itel kini menjadi seorang permaisuri. Lengkaplah sudah kebahagiaan yang dirasakan Yekyek Itel sampai akhir hayatnya.
Keluarga ini memiliki seorang anak perempuan bernama Yekyek Itel. Nasib malang menimpanya ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Akibatnya Yekyek Itel harus hidup dengan ayahnya dan ibu tiri yang dinikahi ayahnya ketika ia masih bayi. Sang ibu tiri tidak pernah menyayangi Yekyek Itel. Ia hanya terlihat baik ketika suaminya di rumah. Selebihnya Yekyek Itel seringkali dipukuli bahkan tidak diberi makan.
Walaupun masih kecil, Yekyek Itel diharuskan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga oleh ibu tirinya. Membersihkan rumah, mencuci baju, bahkan mencari kayu bakar merupakan tugasnya sehari hari. Jika salah sedikit saja, caci maki akan terlontar dari mulut ibu tirinya. Yekyek Itel tidak pernah menceritakan hal ini kepada ayahnya. Ibu tirinya mengancam akan menyiksanya jika ia bicara. Herannya, sang ayahpun tidak memperhatikan kondisi anaknya yang terlihat semakin kurus.
Pada suatu pagi, ibu tiri Yekyek Itel melaksanakan niat jahatnya untuk menyingkirkan Yekyek Itel. Begitu suaminya pergi berladang, ia menyuruh Yekyek Itel mencari pare ular ke dalam hutan. Ia berpikir jika anak sekecil Yekyek Itel masuk ke dalam hutan, pastilah habis dimangsa binatang buas. Meski tidak tahu pasti seperti apa bentuk pare ular, Yekyek Itel takut untuk bertanya. Ia menuruti saja perintah ibu tirinya.
Ketika memasuki hutan, Yekyek Itel berjalan perlahan karena banyak sekali semak belukar yang menghalangi langkahnya. Walaupun sudah hati hati, tak pelak tangan, kaki, dan wajahnya penuh luka goresan ketika Yekyek Itel berjalan merunduk sambil mencari cari pare ular. Ia terus saja mencari tapi belum menemukan sesuatu yang menurutnya pare ular seperti yang dimaksud ibu tirinya.
Tiba tiba Yekyek Itel mendengar sebuah suara yang menyapanya. “Sedang apa kau gadis cilik ? apa kau mencari sesuatu ?” Suara itu berasal dari balik pepohonan. Yekyek Itel terkejut, ia segera membalas sapaan itu. “Ya, aku sedang mencari pare ular untuk dimasak ibuku. Aku tidak tahu seperti apa pare ular itu. Yang pasti ibuku menyuruhku membawa pulang pare ular yang paling besar yang kutemui”, kata Yekyek Itel menjelaskan. Ia berharap, pemilik suara itu mau menolongnya menemukan pare ular.
Yekyek Itel menunggu jawaban. Ia melihat semak semak yang tumbuh dibawah pepohonan di depannya mulai bergerak. Yekyek Itel tidak mampu berkata kata ketika melihat seekor ular yang sangat besar muncul dihadapannya. Ular itu memiliki tubuh sebesar batang pohon kelapa yang sangat panjang. “Siapa namamu ?’, tanya sang ular yang bisa bicara itu. Yekyek Itel berusaha tetap tenang. Ia menjawab dengan suara pelan “Namaku Yekyek Itel, aku tinggal di tepi hutan ini”.
Sang ular menatap Yekyek Itel dengan tatapan iba. Dilihatnya wajah Yekyek Itel yang bercucuran keringat dan tubuh kurusnya yang kelelahan. “Akulah pare ular yang paling besar di hutan ini”, kata sang ular. “Bawalah aku pulang untuk dimasak ibumu”, lanjutnya lagi sambil lidahnya mengeluarkan suara berdesis. Yekyek Itel gembira sekaligus bingung mendengar jawaban sang ular. Ia gembira karena telah menemukan pare ular paling besar seperti yang diperintahkan ibunya, tapi Yekyek Itel bingung bagaimana membawa pulang ular sebesar itu.
“Kau tidak usah bingung”, tegur sang ular yang dapat membaca pikiran Yekyek Itel. “Kau tidak perlu menggendongku. Aku tidak akan kabur. Percayalah, kita berjalan saja beriringan menuju rumahmu”, lanjut sang ular sambil mulai bergerak mengarah keluar hutan. Yekyek Itel berjalan disamping sang ular. Ia berharap semoga sang ular menepati janji.
Yekyek Itel berjalan beriringan dengan sang ular menuju ke rumahnya. Hari sudah siang ketika Yekyek Itel menyadari ia belum makan dan minum hari itu. Tubuhnya terasa lemas. Ketika tiba di depan sebuah ladang mentimun, sang ular menyarankan Yekyek Itel agar ia berhenti sejenak sambil makan sebuah mentimun. Yekyek Itel setuju. Ia segera memetik sebuah mentimun dan mulai memakannya. Rasa hausnya seketika hilang.
Yekyek Itel teringat akan ibu tirinya. Khawatir terlambat pulang, Yekyek Itel mengajak sang ular untuk meneruskan perjalanan ke rumahnya. Sang ular mengusulkan agar Yekyel Itel naik saja di punggungnya. Ia tak tega jika gadis cilik itu harus berjalan lagi menuju rumahnya yang masih cukup jauh. Yekyek Itel menaiki punggung sang ular tanpa ragu. Hati kecilnya mengatakan ular itu sungguh baik kepadanya.
Ketika Yekyek Itel dan sang ular mulai memasuki desa, banyak penduduk yang terkesima melihatnya. Para penduduk yang berpapasan dengan mereka kagum sekaligus ngeri melihat Yekyek Itel menaiki punggung seekor ular raksasa tanpa rasa takut. Mereka juga bingung bagaimana ceritanya sampai Yekyek Itel menemukan ular raksasa yang sekarang sedang merayap menuju ke rumahnya itu.
Ibu tiri Yekyek Itel yang sedang berada di halaman sangat terkejut melihat Yekyek Itel pulang dengan menaiki punggung seekor ular raksasa. Keinginannya agar Yekyek Itel tewas dimakan binatang buas di dalam hutan rupanya tak kesampaian. Bahkan kini, anak itu pulang membawa seekor ular raksasa. Tanpa berpikir panjang ia segera lari masuk ke dalam rumah dan mengambil sebuah parang.
Begitu sang ular dan Yekyek Itel tiba di halaman rumah, Yekyek Itel terkejut melihat kedatangan ibu tirinya yang mengacungkan parang ke arah sang ular. Yekyek Itel segera turun dari punggung sang ular dan berlari menghampiri ibu tirinya. “Ini temanku Bu, ia ular yang baik, aku mohon ibu jangan membunuhnya”, ujar Yekyek Itel sambil berusaha memegang baju ibu tirinya agar tak beranjak menghampiri sang ular.
Ibu tiri Yekyek Itel tak menggubris permintaan Yekyek Itel. Ia berlari sambil mengacungkan parang guna menebas leher sang ular. Sang Ular sangat gesit. Dalam sekejap ia langsung menghindar dan menelan ibu tiri Yekyel Itel hidup hidup. Suaminya yang baru pulang dari ladang sangat panik melihat kejadian itu. Tanpa berpikir panjang ia langsung menyerang sang ular dengan belati yang dibawanya. Nasib naas juga menimpanya. Alih alih membunuh sang ular, justru dirinyalah yang ditelan hidup hidup oleh sang ular.
Yekyek Itel terdiam di tempatnya menyaksikan kejadian itu. Orang tuanya kini telah tiada. Ada rasa sedih melingkupi hatinya ketika menyadari hal itu. Biar bagaimanapun, kedua orang yang ditelan sang ular adalah keluarganya di bumi ini. Ia tak memiliki sanak keluarga lainnya.
Ketika Yekyek Itel hendak beranjak masuk ke dalam rumah, ia mendengar sang ular berkata. “ikutlah denganku Yekyek Itel. Kau sudah cukup menderita selama ini. Aku akan memberimu kebahagiaan’, kata sang ular perlahan. Melihat kesungguhan sang ular, Yekyek Itel menuruti permintaannya. Ia mengikuti sang ular kembali ke hutan. Yekyek Itel berpikir ia pasti akan mengalami kesusahan jika hidup sendiri di rumahnya yang reot.
Hari berganti hari, waktu berjalan dengan sangat cepat. Tak terasa telah bertahun tahun Yekyek Itel hidup di hutan bersama sang ular. Kini Yekyek Itel telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Pada suatu hari , Yekyek Itel merasa sang ular menghilang. Ia tidak bertemu sang ular dari bangun tidur sampai hari menjelang sore. Ketika kebingungan mulai melandanya, tiba tiba ia dikejutkan oleh seorang pemuda tampan yang berdiri di hadapannya.
“Siapa kau ?’, tanya Yekyek Itel heran. “Darimana asalmu ? Kenapa kau tiba tiba ada dihadapnku ?”, tanyanya lagi. Yekyek Itel menatap pemuda tampan itu dengan seksama. Penampilannya seperti seorang pangeran. “Akulah sang ular yang bersamamu selama ini Yekyek Itel”, jawab sang pemuda perlahan sambil memandang Yekyek Itel. “Seorang penyihir yang merupakan musuh ayahku telah menyihirku menjadi seekor ular. Setelah bertahun tahun, akhirnya pengaruh sihir itu hilang. Sekarang aku telah kembali ke wujud asalku”, tambahnya lagi berusaha meyakinkan Yekyek Itel.
Semula Yekyek Itel ragu akan penjelasan pemuda itu. Keraguannya mulai hilang ketika sang pemuda menceritakan kembali saat pertama mereka bertemu ketika Yekyek Itel mencari pare ular di hutan. Ia juga bercerita bahwa dirinya telah menelan ayah dan ibu tiri Yekyek Itel ketika masih berwujud seekor ular raksasa. Ceritanya yang lengkap akhirnya membuat Yekyek Itel percaya pada pemuda itu.
Keesokan harinya, sang pemuda mengajak Yekyek Itel untuk menemui keluarganya. Yekyek Itel sama sekali tak menyangka bahwa sang pemuda adalah seorang pangeran. Raja dan Ratu yang tak menyangka sang pangeran akan kembali begitu bahagia bertemu lagi dengan putra mereka. Raja dan Ratu juga sangat berterima kasih pada Yekyek Itel yang bersedia menemani putranya di tengah hutan walaupun berwujud seekor ular. Mereka setuju ketika sang pangeran mengutarakan niatnya untuk menikahi Yekyek Itel.
Pesta besar segera digelar. Seluruh penduduk negeri diundang. Semua sangat gembira menyaksikan pangeran telah kembali dan memperoleh seorang istri yang cantik.
Yekyek Itel hidup bahagia dengan sang pangeran. Ketika raja mangkat, sang pangeran naik tahta menggantikan sang raja. Yekyek Itel kini menjadi seorang permaisuri. Lengkaplah sudah kebahagiaan yang dirasakan Yekyek Itel sampai akhir hayatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar