Memuat...
Amr bin Abdul Mun'im
Allah Tabaraka wa Ta'ala telah berfirman dalam Al-Qur'an.
"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. 'Haid itu adalah kotoran'. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri(1) dari wanita di waktu haid, dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci(2). Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri". [Al-Baqarah : 222]
Dari Mujahid, Aisyah Radhiyallahu 'anha, pernah menceritakan :
"Artinya : Tidak seorangpun di antara kami yang mempunyai baju lebih dari satu pakaian, yang juga dikenakan pada saat haid. Apabila pakaian itu terkena darah haid, maka dia menghilangkan kotoran itu dengan ludahnya kemudian menggosok-gosoknya dengan kuku". [Hadits Riwayat Bukhari]
Hadits di atas menjadi dalil dibolehkannya seorang wanita mengenakan baju haid pada saat mengerjakan shalat apabila baju tersebut suci dan tidak terkena darah. Apabila terkena darah haid, maka dia harus membersihkan bagian yang terkena najis tersebut.
Namun demikian, hendaklah wanita muslimah mengenakan pakaian khusus pada saat sedang haid.
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha dia menceritakan :
"Artinya : Ketika aku sedang berbaring (tidur-tiduran) bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas kain (hitam persegi empat), karena aku sedang haid, maka aku keluar dan mengambil pakaian haidku, lalu beliau bertanya, 'Apakah kamu sedang menjalani nifas ?' "Ya" jawabku. Kemudian beliau memanggilku, lalu aku tidur bersama beliau di lantai yang rendah". [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih]
Dalam hadits tersebut terdapat dua hal(3).
Pertama : Pemberitahuan kepada suami saat haid tanpa harus melalui ucapan, sehingga tidak meminta untuk berhubungan badan(4).
Kedua : Jiwa suami merasa jijik pada baju yang terkena najis terutama darah haid. Oleh karena itu, hindarilah untuk mengenakannya, sehingga pengkhususan baju haid akan menyelamatkan wanita dari masalah ini.
Disalin dari buku Tsalatsuna Rukhshatan Syar'iyyan Li Al-Nisa, edisi Indonesia 30 Keringanan Bagi Wanita, oleh Amr bin Abdul Mun'im Salim, terbitan Pustaka Azzam - Jakarta, hal 31-33, penerjemah M.Abdul Ghoffar EM
Footnote:
1. Maksudnya adalah jangan menyetubuhi mereka pada saat sedang haid.
2. Yaitu sesudah mandi. Ada pula yang menafsirkan sesudah terhenti darah yang keluar.
3. Lihat buku ini yang berjudul Al-Adaab Al-Syar'iyah Li Al-Nisaa Fii Fatrati Al-Haidh.
4. Seringkali seorang wanita merasa malu memberitahukan masa haidnya kepada suaminya. Oleh karena itu, dengan mengenakan pakaian khusus itu selama masa haid merupakan pemberitahuan, sehingga sang suami tidak memintanya untuk berhubungan badan.
Allah Tabaraka wa Ta'ala telah berfirman dalam Al-Qur'an.
"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. 'Haid itu adalah kotoran'. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri(1) dari wanita di waktu haid, dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci(2). Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri". [Al-Baqarah : 222]
Dari Mujahid, Aisyah Radhiyallahu 'anha, pernah menceritakan :
"Artinya : Tidak seorangpun di antara kami yang mempunyai baju lebih dari satu pakaian, yang juga dikenakan pada saat haid. Apabila pakaian itu terkena darah haid, maka dia menghilangkan kotoran itu dengan ludahnya kemudian menggosok-gosoknya dengan kuku". [Hadits Riwayat Bukhari]
Hadits di atas menjadi dalil dibolehkannya seorang wanita mengenakan baju haid pada saat mengerjakan shalat apabila baju tersebut suci dan tidak terkena darah. Apabila terkena darah haid, maka dia harus membersihkan bagian yang terkena najis tersebut.
Namun demikian, hendaklah wanita muslimah mengenakan pakaian khusus pada saat sedang haid.
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha dia menceritakan :
"Artinya : Ketika aku sedang berbaring (tidur-tiduran) bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas kain (hitam persegi empat), karena aku sedang haid, maka aku keluar dan mengambil pakaian haidku, lalu beliau bertanya, 'Apakah kamu sedang menjalani nifas ?' "Ya" jawabku. Kemudian beliau memanggilku, lalu aku tidur bersama beliau di lantai yang rendah". [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih]
Dalam hadits tersebut terdapat dua hal(3).
Pertama : Pemberitahuan kepada suami saat haid tanpa harus melalui ucapan, sehingga tidak meminta untuk berhubungan badan(4).
Kedua : Jiwa suami merasa jijik pada baju yang terkena najis terutama darah haid. Oleh karena itu, hindarilah untuk mengenakannya, sehingga pengkhususan baju haid akan menyelamatkan wanita dari masalah ini.
Disalin dari buku Tsalatsuna Rukhshatan Syar'iyyan Li Al-Nisa, edisi Indonesia 30 Keringanan Bagi Wanita, oleh Amr bin Abdul Mun'im Salim, terbitan Pustaka Azzam - Jakarta, hal 31-33, penerjemah M.Abdul Ghoffar EM
Footnote:
1. Maksudnya adalah jangan menyetubuhi mereka pada saat sedang haid.
2. Yaitu sesudah mandi. Ada pula yang menafsirkan sesudah terhenti darah yang keluar.
3. Lihat buku ini yang berjudul Al-Adaab Al-Syar'iyah Li Al-Nisaa Fii Fatrati Al-Haidh.
4. Seringkali seorang wanita merasa malu memberitahukan masa haidnya kepada suaminya. Oleh karena itu, dengan mengenakan pakaian khusus itu selama masa haid merupakan pemberitahuan, sehingga sang suami tidak memintanya untuk berhubungan badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar