Aku Memilih Menjadi Muslimah Daripada Menjadi Biarawati

Memuat...
Muslimahzone.com – Aku dibersarkan di sebuah keluarga Kristen. Pada saat itu, warga Amerika lebih relijius daripada mereka yang sekarang, sebagian besar keluarga pergi ke Gereja setiap hari Minggu, contohnya. Orangtuaku terlibat di komunitas Gereja. Kami sering mengundang pendeta Protestan di rumah kami. Ibuku mengajar di sekolah Mingggu, dan aku membantunya.

Pastinya aku lebih relijius/taat daripada anak-anak lainnya, meskipun aku tidak ingat menjadi demikian. Suatu hari ulang tahun, bibiku memberiku sebuah Injil, dan kakakku memberi sebuah boneka. Di waktu lain, aku meminta kepada orangtuaku sebuah buku do’a, dan aku membacanya setiap hari selama bertahun-tahun.

Ketika aku berada di Sekolah Menengah Atas (SMA), aku mengikuti sebuah program pembelajaran Injil selama dua tahun. Sampai saat ini, aku membaca beberapa bagian dari Injil, tetapi tidak memahaminya dengan baik. Sekarang adalah kesempatanku untuk belajar. Sayangnya, kami belajar banyak bagian dalam perjanjian lama dan baru yang aku temukan tidak dapat dipahami, bahkan ganjil.
Contohnya, Injil mengajari sebuah ajaran yang disebut dosa bawaan, yang artinya bahwa manusia semuanya lahir dalam keadaan berdosa. Aku memiliki adik laki-laki yang masih bayi, dan aku tahu bahwa bayi tidak berdosa.

Injil memiliki cerita yang sangat aneh dan mengganggu tentang Nabi Abraham (Ibrahim) dan Nabi David (Daud), cotohnya. Aku tidak dapat mengerti bagaiamana para Nabi dapat berkelakuan dengan cara yang Injil katakan apa yang mereka lakukan.

Masih ada banyak, banyak hal lainnya yang membingungkanku tentang Injil, tetapi aku tidak mengajukan pertanyaan. Aku takut untuk bertanya, aku ingin aku dikenal sebagai seorang “gadis yang baik”. Alhamdulillah, ada seorang anak laki-laki yang bertanya dan terus bertanya.

Masalah yang paling kritis adalah gagasan tentang Trinitas. Aku tidak dapat memahaminya. Bagaimana Tuhan memiliki tiga bagian, salah satunya adalah manusia? Setelah mempelajari mitologi Yunani dan Romawi di sekolah, aku pikir gagasan tentang Trinitas dan orang suci yang kuat sangat mirip dengan gagasan Yunani dan Romawi yang memiliki perbedaan yang disebut “Tuhan” yang bertanggungjawab atas segala aspek kehidupan.

Laki-laki yang bertanya itu, menanyakan banyak hal tentang Trinitas, menerima banyak jawaban, dan tidak pernah memuaskan. Begitu juga aku, guru kami, seorang professor Teologi di universtitas Michigan, memberitahunya untuk berdo’at untuk keimanan. Maka aku berdo’a.

Saat aku duduk di bangku SMA, aku diam-diam menginginkan menjadi seorang biarawati. Aku tertarik dengan pola mempersembahkan ibadah yang diatur waktunya setiap hari, sebuah kehidupan yang sepenuhnya untuk Tuhan, dan berpakaian yang menggambarkan gaya agamaku. Sebuah hambatan bagi ambisi ini, meskipun aku tahu, bahwa aku bukan seorang Katolik.

Aku tinggal di sebuah kota Midwestern dimana para penganut Katolik merupakan minoritas yang nyata dan tidak populer! Lebih jauh lagi, pendidikan protestan ku telah mengajarkan kepadaku untuk membenci patung-patung keagamaan, dan ketidakpercayaan yang sehat bahwa orang suci yang mati mampu menolongku.

Di bangu kuliah, aku terus berpikir dan berdo’a. Para mahasiswa sering membicarakan dan berdebat tentang agama, dan aku mendengar banyak pemikiran yang berbeda-beda. Seperti Yusuf Islam, aku mempelajari apa yang disebut agama-agama timur: Buddha, Konghuchu, dan Hiduisme. Tidak membantu.

Aku bertemu seorang Muslim (pria) dari Libya, yang memberitahuku sedikit tentang Islam dan Al-Qur’an. Dia mengatakan kepadaku bahwa Islam adalah modern, bentuk agama yang paling up-to-date dari yang pernah dinyatakan. Karena aku kira Afrika dan Timur Tengah adalah wilayah terbelakang, aku tidak melihat Islam sebagai (agama) modern.

Keluargaku mengundang saudara Libya ini ke layanan Natal Gereja. Layanan itu indah mengagumkan, tetapi akhirnya, dia bertanya, “Siapa yang membuat prosedur ini? Siapa yang mengajarkanmu kapan harus berdiri dan membungkuk dan berlutut? Siapa yang mengajarkanmu bagaimana berdo’a?” aku berkata kepadanya sebelumnya tentang sejarah Gereja, tetapi pertanyaannya membuatku marah awalnya, dan kemudian membuatku berpikir.

Apakah orang-orang yang merancang layanan ibadah ini benar-benar telah memenuhi syarat untuk melakukannya? Bagaimana mereka tahu bentuk ibadah itu harus dilakukan? Apakah mereka memiliki perintah Ilahi?

Aku tahu bahwa aku tidak yakin pada banyak ajaran Kristiani, tetapi terus mendatangi Gereja. Ketika para jema’at membacakan bagian-bagian yang aku yakini menghujat Tuhan, seperti pengakuan Iman Nicea, aku diam – aku tidak membacanya. Aku hampir merasa menjadi alien di Gereja, hampir menjadi orang yang asing.

Sebuah hal yang menjijikan! Seseorang yang paling dekat denganku (wanita), memiliki masalah perkawninan yang mengerikan, pergi ke Gereja kami untuk mendapatkan nasehat. Mengambil keuntungan dari rasa sakitnya dan kebencian terhadap dirinya sendiri, dia (pendeta) membawanya ke sebuah hotel dan menggodanya.

Sampai saat ini, aku tidak memperhatikan secara hati-hati apa peran ulama di kehidupan Kristen. Sekarang aku harus. Kebanyakan orang Kristen percaya bahwa pengampunan datang melakukan layanan “Perjamuan Kudus”, dan bahwa seorang pendeta yang dinobatkan harus melakukan layanan itu. Tidak ada pendeta, tidak ada pengampunan.

Aku pergi ke Gereja lagi, dan duduk dan melihat para pendeta di depan. Mereka tidak lebih baik dari para jema’at – beberapa dari mereka lebih buruk. Bagaimana ini dapat dibenarkan bahwa badan manusia, setiap manusia, perlu untuk bersekutu dengan Tuhan? Mengapa aku tidak dapat berurusan dengan Tuhan secara langsung, dan menerima pengampunanNya secara lagnsung?

Segera setelah ini, aku menemukan terjemahan arti Al-Qur’an di sebuah toko buku, aku membelinya, dan mulai membacanya. Aku membacanya, putus-nyambung, selama delapan tahun. Selama waktu itu, aku terus meneliti agama-agama yang lain.

Aku semakin sadar dan takut akan dosa-dosaku. Bagaimana aku tahu apakah Tuhan akan mengampuniku? Aku tidak lagi percaya bahwa model Kristian, cara Kristian diampuni, dapat berhasil. Dosa-dosaku sangat membebaniku, dan aku tidak tahu bagaimana melarikan diri dari beban ini. Aku merindukan pengampunan (taubat).

Aku membaca di dalam Al-Qur’an yang artinya “Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh ?”. (Al-Maidah: 82-84)

Aku mulai berharap bahwa Islam memegang jawabannya. Bagaimana aku bisa mengetahui ini dengan yakin?

Aku melihat di berita TV Ummat Islam sholat, dan tahu bahwa mereka memiliki cara khusus untuk berdo’a. aku menemukan sebuah buku (oleh non-Muslim) yang menjelaskan tentang ini, dan aku berusaha untuk melakukannya sendiri (aku tidak tahu apa-apa tentang bersuci/wudhu, dan tidak sholat secara benar). Aku sholat dengan cara itu, diam-diam dan sendirian, selama beberapa tahun.

Akhirnya, sekitar delapan tahun setelah pertama kali aku membeli Al-Qur;an, aku membaca “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Aku menangis karena bahagia, karena akut tahu bahwa, di masa lalu, sebelum penciptaan Bumi, Allah telah menulis Al-Qur’an ini untukku. Allah telah mengetahui bahwa Anne Collins, di Cheektowaga, New York, Amerika Serikat, akan membaca ayat Al-Qur’an ini pada bulan May 1986, dan diselamatkan.

Sekarang, aku tahu bahwa ada banyak hal yang aku harus pelajari, contohnya, bagaimana untuk sholat degan benar, yang Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang ini secara rinci. Masalahnya adalah, aku tidak mengenal banyak orang Muslim.

Muslim jauh terlihat lebih banyak saat ini di AS daripada dahulu. Aku tidak tahu dimana harus menemukan mereka, aku menemukan nomer telepon di buku telepon Islamic Society, dan aku menghubunginya, tetapi ketika seorang pria menjawab, aku panik dan menutup telepom. Apa yang akan aku katakan? Bagaimana mereka akan menjawabku? Akankah mereka curiga? Apa yang akan mereka inginkan dariku, ketika mereka telah memiliki satu sama lain (sesama muslim) dan keislaman mereka?

Pada beberapa bulan kemudian, aku menelepon Masjid beberapa kali, dan setiap saat panik dan menutup telepon. Akhirnya, aku melakukan hal yang pengecut: aku menulis sebuah surat meminta informasi. Seorang suadara Muslim di Masjid yang ramah dan sabar meneleponku, dan kemudian mulai mengirimiku bulletin tentang Islam. Aku memberitahunya aku ingin menjadi Muslim, tetapi dia mengatakan kepadaku, “Tunggu hingga kau benar-benar yakin.” Ini menyinggung perasaanku bahwa dia mengatakan kepadaku untuk menunggu, tetapi aku tau dia benar, bahwa aku harus yakin karena, sekali aku menerima Islam, tidak akan pernah sama lagi.

Aku menjadi terobsesi dengan Islam. Aku berpikir tentangnya, siang dan malam. Dalam beberapa kesempatan, aku pergi (dengan mobil) ke Masjid (pada sat itu, berada di sebuah rumah seorang mualaf tua) dan berkeliling-keliling berkali-kali, berharap ada Muslim yang melihat, bertanya-tanya bagaimana rasanya di dalam/
Akhirnya, suatu haru di awal November 1986, karena aku sedang bekerja di dapur, aku tiba-tiba tahu, tahu bahwa aku seorang Muslim. Masih pengecut, aku mengirim surat ke Masjid. Menyatakan, “Aku percaya Allah, Satu-satunya Tuhan yang benar, aku percaya bahwa Muhammad adalah RasulNya, dan aku ingin diperhitungkan diantara para saksi.”

Saudara itu menghubungiku melalui telepon hari berikutnya, dan aku mengucapkan Syahadatku melalui teleponnya. Dia berkata kepadaku maka bahwa Allah telah mengampuni semua dosa-dosaku pada saat itu, dan bahwa aku semurni bayi yang baru lahir.

Aku merasa beban dosa meluncur dari bahu-bahuku, dan menangis karena bahagia. Aku tidur sebentar pada malam itu, menangis, dan mengulang-ngulang nama Allah. Ampunan telah diberikan. Alhamdulillah.

Diterjemahkan dari Tulisan Penulis: Ukhti Hayat Anne Collins Osman “I Choose to be Muslimah Instead of a Nun”

(zafaran/muslimahzone.com)

Related Post



Tidak ada komentar:

Postingan Populer