Memuat...
Seorang wanita yang sudah mempunyai suami tidak jarang ia juga mengidolakan atau menyukai bahkan mencintai lelaki lain selain suaminya.
Al-Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah seorang wanita yang punya suami yang jatuh cinta kepada seorang pemuda yang bukan suaminya, yang rasa cintanya ini mendorongnya melakukan berbagai hal yang tidak diridhoi oleh akhlak dan agama. Yang dimaksud dengan cerita tersebut ialah isteri pembesar Mesir (Al Aziz) dengan seorang pemuda yang menjadi pembantunya yaitu (Nabi) Yusuf Ash Shiddiq.
Sesungguhnya cinta mempunyai permulaan yang dapat dikuasai dan dikendalikan oleh orang yang mukallaf. memandang, bercakap-cakap, mnyampaikan salam, saling berkunjung, dan bertemu, semuanya merupakan hal-hal yang berada di dalam kemampuan seseorang untuk melakukan atau meninggalkan nya. Semua itu merupakan permulaan dan muqaddimah rasa cinta.
Apabila orang yang di mabuk cinta itu telah sampai pada kondisi yang dia sudah tidak mampu mengendalikan nafsunya, maka sebetulnya dia sendirilah yang telah membawa dirinya kepada posisi yang sulit itu dan memasukkannya ke dalam lorong yang sempit atas kemauannya sendiri. Orang yang mencampakkan dirinya ke dalam api tidak mungkin dapat mencegah api yang akan membakar dirinya, dan tidak mungkin ia dapat menyuruh api menjadi dingin dengan mengatakan “Wahai api dinginlah dan sejahteralah engkau atas diri saya sebagaimana yang terjadi pada diri nabi ibrahim”. Apabila api membakar dirinya dan dia berteriak minta tolong dan usahanya itu tidak berguna lagi, maka sebetulnya dia sendirilah yang membakar dirinya, karna dialah yang menyodorkan tubuhnya kepada api atas kehendaknya sendiri.
Seorang Ustadz ditanya tentang apakah cinta itu halal atau haram? Lalu ia memberikan jawaban, “Cinta yang halal itu adalah halal, dan cinta yang haram itu adalah haram.”
Jawaban ini bukan basa basi dan bukan pula lelucon, tetapi merupakan penjelasan terhadap pernyataan (hadits) yang sangat populer, yakni yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, meskipun di antaranya terdapat perkara2 yang musytabitat (samar) yang banyak orang tidak mengetahuinya.
Diantaranya perkara yang halal dan jelas itu ialah seorang suami mencintai istrinya dan istri mencintai suaminya, atau lelaki yang mencintai wanita pinangannya dan wanita yang dipinang mencintai lelaki yang meminangnya.
Di antara perkara haram yang jelas haramnya itu ialah seorang wanita mencintai lelaki baik yang beristri ataupun tidak. Lalu hatinya sibuk memikirkannya hal ini dapat merusakkan kehidupan rumah tangganya, dan terkadang menyebabkan terjadinya pengkhianatan suami istri. Kalaupun tidak begitu, akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupannya, menyibukkan pikirannya, dan mengganggu perasaan juga hatinya, serta menghilangkan ketenangan hidup berumah tangga.
Perusakan seperti itu termasuk dosa. Pelakunya di ancam Nabi keluar dari kelompoknya. Sabda beliau, “Bukan dari golongan kami orang yang merusakkan hubungan seorang wanita dengan suaminya”. [fha/islampos/mail-archive/daarut-tauhid]
Al-Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah seorang wanita yang punya suami yang jatuh cinta kepada seorang pemuda yang bukan suaminya, yang rasa cintanya ini mendorongnya melakukan berbagai hal yang tidak diridhoi oleh akhlak dan agama. Yang dimaksud dengan cerita tersebut ialah isteri pembesar Mesir (Al Aziz) dengan seorang pemuda yang menjadi pembantunya yaitu (Nabi) Yusuf Ash Shiddiq.
Sesungguhnya cinta mempunyai permulaan yang dapat dikuasai dan dikendalikan oleh orang yang mukallaf. memandang, bercakap-cakap, mnyampaikan salam, saling berkunjung, dan bertemu, semuanya merupakan hal-hal yang berada di dalam kemampuan seseorang untuk melakukan atau meninggalkan nya. Semua itu merupakan permulaan dan muqaddimah rasa cinta.
Apabila orang yang di mabuk cinta itu telah sampai pada kondisi yang dia sudah tidak mampu mengendalikan nafsunya, maka sebetulnya dia sendirilah yang telah membawa dirinya kepada posisi yang sulit itu dan memasukkannya ke dalam lorong yang sempit atas kemauannya sendiri. Orang yang mencampakkan dirinya ke dalam api tidak mungkin dapat mencegah api yang akan membakar dirinya, dan tidak mungkin ia dapat menyuruh api menjadi dingin dengan mengatakan “Wahai api dinginlah dan sejahteralah engkau atas diri saya sebagaimana yang terjadi pada diri nabi ibrahim”. Apabila api membakar dirinya dan dia berteriak minta tolong dan usahanya itu tidak berguna lagi, maka sebetulnya dia sendirilah yang membakar dirinya, karna dialah yang menyodorkan tubuhnya kepada api atas kehendaknya sendiri.
Seorang Ustadz ditanya tentang apakah cinta itu halal atau haram? Lalu ia memberikan jawaban, “Cinta yang halal itu adalah halal, dan cinta yang haram itu adalah haram.”
Jawaban ini bukan basa basi dan bukan pula lelucon, tetapi merupakan penjelasan terhadap pernyataan (hadits) yang sangat populer, yakni yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, meskipun di antaranya terdapat perkara2 yang musytabitat (samar) yang banyak orang tidak mengetahuinya.
Diantaranya perkara yang halal dan jelas itu ialah seorang suami mencintai istrinya dan istri mencintai suaminya, atau lelaki yang mencintai wanita pinangannya dan wanita yang dipinang mencintai lelaki yang meminangnya.
Di antara perkara haram yang jelas haramnya itu ialah seorang wanita mencintai lelaki baik yang beristri ataupun tidak. Lalu hatinya sibuk memikirkannya hal ini dapat merusakkan kehidupan rumah tangganya, dan terkadang menyebabkan terjadinya pengkhianatan suami istri. Kalaupun tidak begitu, akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupannya, menyibukkan pikirannya, dan mengganggu perasaan juga hatinya, serta menghilangkan ketenangan hidup berumah tangga.
Perusakan seperti itu termasuk dosa. Pelakunya di ancam Nabi keluar dari kelompoknya. Sabda beliau, “Bukan dari golongan kami orang yang merusakkan hubungan seorang wanita dengan suaminya”. [fha/islampos/mail-archive/daarut-tauhid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar