Memuat...
Aku dilahirkan di Kota Manado, 25 mei 1951. Lingkungan keluargaku bukanlah tergolong orang Kristen sekuler. Tetapi mereka boleh dibilang fanatik dengan berbagai prinsip kekristenan. Papaku bernama Ernest Maramis, sedankan papiku bernama Agustina Tanod.
Terus terang saja, aku beragama Kristen lebih disebabkan faktor keturunan. Bukan karena ketaatanku sebagai pengikut Yesus Kristus. Bahkan secara pribadi kuakui, bahwa aku tidak pernah bisa memahami ajaran Kristen secara mendalam.
Yang ku ketahui, hanyalah beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai juru selamat bagi seluruh manusia, seperti tertulis di kitab Yohanes 14:6 (kata Yesus kepadanya:"Akulah jalan kebenaran dan hidup, Tidak ada seorangpun yang datang jika tidak melalui aku.")
Namun sekali lagi kukatakan, apa arti dan makna sesungguhnya juru selamat di dalam Yesus, hingga kini, kuanggap hanyalah merupakan kisah Fiktif yang tidak akan pernah berubah menjadi nyata.
Masih kuingat, jika pastur membawakan khotbah pada kebaktian misa kudus, bisa dipastikan temanya berkenaan dengan "kasih Kristus" utnuk semua orang. Tetapi buatku, khotbah itu sama sekali tidak menyentuh. Apalagi sampai meresap di dalam hati dan pikiranku.
Bahkan terkadang aku merasa sangat tertekan apabila harus mengikuti kebaktian di gereja. karena acara kegiatan rohani yang sering kurasakan begitu padat, hanya membuat kepalaku pening. Bagaimana tidak ? Aku menyaksikan para kawula mudanya, lebih memanfaatkan pertemuan kebaktian di gereja, tak ubahnya bagaikan tempat "pameran busana".
Hingga aku berkesimpulan, bahwa ajaran agama Kristen tidak mampu mengubah akhlak manusia pada jalan yang lebih baik menuju jalan kebenaran dan hidup. Adapun fakta lain, apabila hari Natal dan Tahun Baru tiba, umat Kristen di seluruh dunia memanfaatkan sebagai kesempatan untuk berpesta pora dan mabuk-mabukan.
Natal yang suci itu, tak ubahnya bagaikan pesta maksiat. Pemandangan seperti itu, bagiku tidak asing lagi. Mungkin ini sudah menjadi tradisi untuk orang-orang kawanua( sebutan penduduk asli Manado), Sungguh aku merasa sedih dan sangat terpukul apabila menyaksikan kenyataan ini.
Tersentuh Suara Adzan
Sejak aku mula meragukan isi yang terkandung dalam Alkitab, bersamaan dengan kondisi seperti ini, aku merasa lebih akrab bersahabat dengan kawan-kawan yang beragama Islam. Tentu saja ada hal yang sangat menyentuh nuraniku. Terutama ketika umat Islam mendengarkan seruan untuk menunaikan ibadah Shalat melaui Adzan di masjid atau pun mushalla.
Entah mengapa, sekalipun aku masih penganut agama kristen, tetapi bila adzan dikumandangkan dengan alunan suara yang indah, maka hati dan jiwa ini, terasa begitu damai dan sejuk.
Penduduk di kota Manado dan Minahasa mayoritas beragama Kristen. Namun, sudah menjadi suatu kebiasaan di daerahku, kalau umat Islam merayakan Idul Fitri, kami umat Kristen memberi ucapan selamat Natal.
Pada kesempatan seperti ini, aku mulai membandingkan perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Perbedaan jelas sekali. Umat Islam tampak sangat bersahaja, dan aku dapat merasakan bahwa umat Islam memanfaatkan hari yang suci itu sebagai bagian dari ibadah menuju ketakwaan.
Setelah aku menempuh perjalanan batin yang cukuk melelahkan, karena harus menerobos berbagai rintangan dari keluarga besar Maramis. Alhamdulillah, tepat pada hari Jum'at tanggal 24 Maret 1978, kutinggalkan agama anutanku yang lama (Katholik), dan secara ikhlas masuk agama Islam di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Pengucapan ikrar dua kalimat Syahadat dibimbing Bapak H. Alamsyah Ratuperwiranegara mantan Menteri agama RI.
Akhrinya aku memilih Islam berkat bimbingan almarhum suamiku Hayatuddin Ahmad Tapitapi yang memang sudah beragama Islam, karena suamiku berasal dari "Ternate", Kini nama Islamku Frida Maramis.
Sekarang aku hidup bersama ketiga putriku. Insya Allah, melalui kesaksianku dalam rubrik Mengapa Aku Pilih Islam, bisa bermanfaat untuk makin memperkuat benteng pertahanan iman dan Islam kita, sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. Al. Maaidah ayat 3, "Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu agama bagimu." [Yusuf Syahbuddin Maramis/Albaz]
Journey to Islam Swaramuslim.net
Terus terang saja, aku beragama Kristen lebih disebabkan faktor keturunan. Bukan karena ketaatanku sebagai pengikut Yesus Kristus. Bahkan secara pribadi kuakui, bahwa aku tidak pernah bisa memahami ajaran Kristen secara mendalam.
Yang ku ketahui, hanyalah beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai juru selamat bagi seluruh manusia, seperti tertulis di kitab Yohanes 14:6 (kata Yesus kepadanya:"Akulah jalan kebenaran dan hidup, Tidak ada seorangpun yang datang jika tidak melalui aku.")
Namun sekali lagi kukatakan, apa arti dan makna sesungguhnya juru selamat di dalam Yesus, hingga kini, kuanggap hanyalah merupakan kisah Fiktif yang tidak akan pernah berubah menjadi nyata.
Masih kuingat, jika pastur membawakan khotbah pada kebaktian misa kudus, bisa dipastikan temanya berkenaan dengan "kasih Kristus" utnuk semua orang. Tetapi buatku, khotbah itu sama sekali tidak menyentuh. Apalagi sampai meresap di dalam hati dan pikiranku.
Bahkan terkadang aku merasa sangat tertekan apabila harus mengikuti kebaktian di gereja. karena acara kegiatan rohani yang sering kurasakan begitu padat, hanya membuat kepalaku pening. Bagaimana tidak ? Aku menyaksikan para kawula mudanya, lebih memanfaatkan pertemuan kebaktian di gereja, tak ubahnya bagaikan tempat "pameran busana".
Hingga aku berkesimpulan, bahwa ajaran agama Kristen tidak mampu mengubah akhlak manusia pada jalan yang lebih baik menuju jalan kebenaran dan hidup. Adapun fakta lain, apabila hari Natal dan Tahun Baru tiba, umat Kristen di seluruh dunia memanfaatkan sebagai kesempatan untuk berpesta pora dan mabuk-mabukan.
Natal yang suci itu, tak ubahnya bagaikan pesta maksiat. Pemandangan seperti itu, bagiku tidak asing lagi. Mungkin ini sudah menjadi tradisi untuk orang-orang kawanua( sebutan penduduk asli Manado), Sungguh aku merasa sedih dan sangat terpukul apabila menyaksikan kenyataan ini.
Tersentuh Suara Adzan
Sejak aku mula meragukan isi yang terkandung dalam Alkitab, bersamaan dengan kondisi seperti ini, aku merasa lebih akrab bersahabat dengan kawan-kawan yang beragama Islam. Tentu saja ada hal yang sangat menyentuh nuraniku. Terutama ketika umat Islam mendengarkan seruan untuk menunaikan ibadah Shalat melaui Adzan di masjid atau pun mushalla.
Entah mengapa, sekalipun aku masih penganut agama kristen, tetapi bila adzan dikumandangkan dengan alunan suara yang indah, maka hati dan jiwa ini, terasa begitu damai dan sejuk.
Penduduk di kota Manado dan Minahasa mayoritas beragama Kristen. Namun, sudah menjadi suatu kebiasaan di daerahku, kalau umat Islam merayakan Idul Fitri, kami umat Kristen memberi ucapan selamat Natal.
Pada kesempatan seperti ini, aku mulai membandingkan perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Perbedaan jelas sekali. Umat Islam tampak sangat bersahaja, dan aku dapat merasakan bahwa umat Islam memanfaatkan hari yang suci itu sebagai bagian dari ibadah menuju ketakwaan.
Setelah aku menempuh perjalanan batin yang cukuk melelahkan, karena harus menerobos berbagai rintangan dari keluarga besar Maramis. Alhamdulillah, tepat pada hari Jum'at tanggal 24 Maret 1978, kutinggalkan agama anutanku yang lama (Katholik), dan secara ikhlas masuk agama Islam di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Pengucapan ikrar dua kalimat Syahadat dibimbing Bapak H. Alamsyah Ratuperwiranegara mantan Menteri agama RI.
Akhrinya aku memilih Islam berkat bimbingan almarhum suamiku Hayatuddin Ahmad Tapitapi yang memang sudah beragama Islam, karena suamiku berasal dari "Ternate", Kini nama Islamku Frida Maramis.
Sekarang aku hidup bersama ketiga putriku. Insya Allah, melalui kesaksianku dalam rubrik Mengapa Aku Pilih Islam, bisa bermanfaat untuk makin memperkuat benteng pertahanan iman dan Islam kita, sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. Al. Maaidah ayat 3, "Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu agama bagimu." [Yusuf Syahbuddin Maramis/Albaz]
Journey to Islam Swaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar