Memuat...
Napakake Anak Putu
Pepatah Jawa di atas secar harfiah berarti bertapa untuk anak cucu. Napakake berasal dari kata tapa atau bertapa. Napakake berarti bertapa untuk.
Secara luas pepatah ini mengajarkan atau memberikan nasihat agar orang hidup di dunia ini tidak hanya mengejar kepuasan, kepopuleran, dan kesejahteraan dirinya sendiri. Ia harus ingat bahwa ia akan mempunyai keturunan. Keturunan inilah yang perlu dibantu agar hidupnya kelak lancar, sejahtera, dan bahagia. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan bertapa (laku prihatin).
Bertapa dapat disamakan dengan tekun berdoa kepada Tuhan, memohon keridhaanNya agar Tuhan bersedia melimpahkan rahamtNya kepada keturunan yang didoakannya itu. Kecuali berdoa, bertapa juga selalu diikuti dengan pengekangan hawa nafsu, memperbanyak amal kebaikan dengan tanpa pamrih. Semuanya dilakukan dengan keikhlasan hati yang tulus.
Tidak mengherankan jika di lingkungan masyarakat Jawa masa lalu sekalipun ada banyak keluarga hidup dalam kemiskinan mereka tetap menjalaninya dengan tabah dan ikhlas. Mereka menganggap bahwa hal semacam itu merupakan bagian dari perjalanan hidup yang mesti dijalani sekalian sebagai latihan bertapa demi anak cucunya kelak. Tidak mengherankan juga di masa lalu sangat jarang ada orang mengemis dan bertindak kriminal sekalipun masyarakatnya hidup serba kekurangan. Mereka menjalani hidup dengan keikhlasan, apa pun kesulitan yang mereka hadapi. Mereka menyikapi semuanya itu sebagai ganjaran (hadiah) belaka dari Tuhan. Bukan cobaan, tetapi hadiah. Mereka menganggap hal itu sebagai hadiah karena di balik ketidaknimatan hidup itu mereka percaya bahwa mereka sedang diajak untuk memperkaya hati, memperkuat batin, dan lebih dekat kepada Sang Khalik. Itu adalah ganjaran.
Mungkin pepatah semacam di atas masih menjadi pegangan bagi laku hidup mereka di kala itu.
Pepatah Jawa di atas secar harfiah berarti bertapa untuk anak cucu. Napakake berasal dari kata tapa atau bertapa. Napakake berarti bertapa untuk.
Secara luas pepatah ini mengajarkan atau memberikan nasihat agar orang hidup di dunia ini tidak hanya mengejar kepuasan, kepopuleran, dan kesejahteraan dirinya sendiri. Ia harus ingat bahwa ia akan mempunyai keturunan. Keturunan inilah yang perlu dibantu agar hidupnya kelak lancar, sejahtera, dan bahagia. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan bertapa (laku prihatin).
Bertapa dapat disamakan dengan tekun berdoa kepada Tuhan, memohon keridhaanNya agar Tuhan bersedia melimpahkan rahamtNya kepada keturunan yang didoakannya itu. Kecuali berdoa, bertapa juga selalu diikuti dengan pengekangan hawa nafsu, memperbanyak amal kebaikan dengan tanpa pamrih. Semuanya dilakukan dengan keikhlasan hati yang tulus.
Tidak mengherankan jika di lingkungan masyarakat Jawa masa lalu sekalipun ada banyak keluarga hidup dalam kemiskinan mereka tetap menjalaninya dengan tabah dan ikhlas. Mereka menganggap bahwa hal semacam itu merupakan bagian dari perjalanan hidup yang mesti dijalani sekalian sebagai latihan bertapa demi anak cucunya kelak. Tidak mengherankan juga di masa lalu sangat jarang ada orang mengemis dan bertindak kriminal sekalipun masyarakatnya hidup serba kekurangan. Mereka menjalani hidup dengan keikhlasan, apa pun kesulitan yang mereka hadapi. Mereka menyikapi semuanya itu sebagai ganjaran (hadiah) belaka dari Tuhan. Bukan cobaan, tetapi hadiah. Mereka menganggap hal itu sebagai hadiah karena di balik ketidaknimatan hidup itu mereka percaya bahwa mereka sedang diajak untuk memperkaya hati, memperkuat batin, dan lebih dekat kepada Sang Khalik. Itu adalah ganjaran.
Mungkin pepatah semacam di atas masih menjadi pegangan bagi laku hidup mereka di kala itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar